DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Muhammad Nasir, warga Gampong Alue Lim, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe, meninggal dunia setelah ditembak oleh orang tak dikenal (OTK) di depan rumahnya pada Senin dini hari, 10 November 2025.
Peristiwa tragis ini menyisakan tanda tanya besar di tengah masyarakat yang selama dua dekade terakhir berjuang mempertahankan perdamaian pasca-penandatanganan MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Menanggapi insiden ini, Ketua Relawan Aceh Peace (RAP), Muhammad Pitra Adha, menegaskan bahwa penembakan tersebut merupakan bentuk nyata dari ancaman terhadap keberlangsungan perdamaian di Aceh.
Ia menilai, insiden-insiden serupa yang kerap terjadi dalam beberapa tahun terakhir mencerminkan masih rapuhnya kesadaran kolektif dalam menjaga perdamaian yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata.
“Kita semua tahu, 15 Agustus tiga bulan lalu kita baru saja memperingati dua puluh tahun perdamaian Aceh. Itu momentum sakral yang seharusnya kita rawat. Tapi kenyataannya, masih ada saja penembakan oleh oknum dan OTK. Ini jelas mencederai makna damai itu sendiri,” ujar Pitra kepada Dialeksis.com, Rabu (12/11/2025).
Ia menilai bahwa damai Aceh tidak boleh berhenti sebagai slogan atau simbol. Menurutnya, perdamaian harus hidup dalam tindakan nyata, dalam kebijakan, dan dalam rasa aman yang dirasakan oleh masyarakat hingga ke pelosok gampong.
“Perdamaian Aceh perlu diperdalam lagi serta disosialisasikan secara menyeluruh dan komprehensif. Semua pihak harus terlibat cendekiawan, akademisi, ulama, politisi, tokoh pemuda, dan mantan kombatan GAM mulai dari tingkat pusat hingga gampong. Jika tidak, damai hanya akan menjadi lambang tanpa makna,” tegasnya.
Pitra juga mengatakan lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan di Aceh. Ia menyebut bahwa banyak kasus serupa yang belum menunjukkan perkembangan signifikan.
“Kita masih ingat, beberapa bulan lalu seorang perawat di Aceh Utara juga ditembak oleh oknum TNI. Bahkan di luar Aceh pun, seperti kasus penganiayaan terhadap Masykur asal Bireuen di Jakarta dan penembakan pemilik rental mobil, itu semua menimpa warga Aceh. Ini artinya, rasa damai itu belum benar-benar tertanam kuat,” katanya.
Ia menambahkan, masyarakat Aceh di mana pun berada seharusnya membawa semangat damai sebagai bagian dari identitas mereka.
"Kalau nilai-nilai damai sudah tertanam di hati, maka kita akan saling menjaga. Tapi kalau damai hanya diucapkan tanpa dipraktikkan, maka yang muncul adalah ketakutan dan kecurigaan,” ujarnya.
Lebih jauh, Ketua RAP ini mempertanyakan sejauh mana komitmen para pihak yang terlibat dalam menjaga perdamaian, baik dari unsur eks-GAM maupun aparat negara.
"Timbul pertanyaan, di mana tanggung jawab dan komitmen pihak-pihak terkait? Kenapa bisa ada penembakan berulang? Apakah damai hanya slogan tanpa penguatan keamanan dan ketertiban?” tanya Pitra.
Ia juga menyinggung wacana pengiriman tambahan pasukan TNI ke Aceh beberapa waktu lalu. Menurutnya, bila alasan penolakan adalah karena Aceh sudah damai, maka seharusnya tidak ada lagi kejadian penembakan seperti ini.
“Kalau Aceh benar-benar damai, kenapa masih ada penembakan? Ini kontradiktif. Atau justru ada pihak-pihak yang tidak suka melihat Aceh tenang dan mencoba menodainya dengan tindakan-tindakan seperti ini?” katanya.
Pitra menegaskan bahwa penguatan keamanan harus menjadi fokus utama tanpa harus mengundang ketegangan baru. Ia menyerukan agar TNI dan Polri yang sudah ada di Aceh memperkuat pengawasan dan langkah pencegahan dengan pendekatan yang manusiawi dan transparan.
“TNI dan Polri di Aceh mesti melakukan pengamanan ekstra ketat. Tidak perlu penambahan pasukan, tapi perlu peningkatan kewaspadaan dan kerja sama dengan masyarakat. Gubernur, DPRA, dan semua pihak bertanggung jawab menjaga damai ini agar tidak ternoda,” ujarnya.
Pitra mengajak seluruh elemen masyarakat Aceh untuk kembali memaknai perdamaian sebagai tanggung jawab bersama, bukan hanya urusan pemerintah atau mantan kombatan.
“Saya mengajak seluruh masyarakat Aceh berpartisipasi menjaga perdamaian ini. Pantau dan laporkan jika ada pihak yang mencurigakan atau mencoba mengganggu ketenangan di kampung-kampung. Karena ini masa yang rawan, walau sudah 20 tahun damai diteken,” pungkasnya.