kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Pro kontra Sistem Pilkada

Pro kontra Sistem Pilkada

Sabtu, 24 Februari 2018 12:52 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi: merdeka.com

Regulasi tentang Pilkada menjadi topik hangat yang kini mulai di bahas, terutama soal usulan agar pemilihan kepala daerah dikembalikan pada DPRD. Kedua sistem pemilihan kepala daerah (langsung dan tak langsung), masing - masing memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Pada sistem pemilihan kepala daerah secara langsung, partisipasi masyarakat sangat dimungkinkan. Sehingga kepala daerah yang terpilih lebih legitimate. Sementara pada pemilihan kepala daerah tidak langsung (DPRD yang memilih) tidak membutuhkan cost penyelenggaraan pemilihan yang besar.

Dialeksis menghimpun beragam pendapat dari sejumlah kalangan terkait usulan tentang pemilihan kepala daerah

Nasrul Sufi, Aktivis Aceh juga kader Partai Gerindra menyebutkan sistem pemilihan kepala daerah berjalan seperti sekarang telah banyak menimbulkan perpecahan dalam sosial masyarakat, "akibat dari tim suskes kepala daerah yang fanatik pada calonnya masing masing, sampai berujung pada dendam dan selalu terjadi ketidakpuasan atas kemenangan dan kekalahan dari masing -masing calon" ungkap Nasrul Sufi

Sementara kalau yang memilih diwakilkan oleh DPR itu memang yang terbaik kata Nasrul Sufi, "bukankah kita sudah memilih dan mengirimkan wakil di DPR." ungkap Nasrul yang menyebutkan bahwa pandangan dan kajiannya merupakan sudut pandang sosial politik masyarakat.

Sementara itu Miswar Fuady Sekjen PNA menyebutkan Indonesia sudah mempraktekkan kedua sistem pemilihan kepala daerah, baik oleh DPRD maupun langsung oleh masyarakat.

Pada saat pemilihan kepala daerah oleh DPRD, praktek money politik sangatlah menonjol. Tidak ada kepala daerah yang terpilih yang tidak melakukan praktek money politik. Berikutnya, posisi kepala daerah secara psikologi berada di bawah bayang-bayang anggota DPRD. Dan kondisi ini akan menempatkan bargaining posisi DPRD lebih tinggi dari kepala daerah.

Hal lain kata Miswar, pada saat kepala daerah dipilih langsung oleh masyarakat, legitimasi kepala daerah kuat, dan ini menempatkan bargaining posisi kepala daerah sama dengan DPRD. "

Praktek pemilihan kepala daerah oleh masyarakat merupakan kemajuan dalam praktek demokrasi di Indonesia." ungkapnya

Apabila praktek pemilihan kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD sebut Miswar, maka praktek demokrasi akan kembali ke belakang. "

Saya berada pada posisi tidak sepakat nengembalikan praktek pemilihan kepala daerah oleh DPRD." sebut Miswar Fuady.

Sementara itu aktifis pilkada Aceh Ida Azwan, menyebutkan saat ini rakyat masih binggung mau menitipkan hak "suaranya" untuk memilih kepala daerah kepada wakil mereka di DPRD. "Pertanyaan yang muncul apakah dengan dipilih secara demikian akan mampu menghasilkan pemimpin yang sesuai dgn harapan rakyat?" sebut Ida.(j)

Keyword:


Editor :
Jaka Rasyid

riset-JSI
Komentar Anda