kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Wall Street Melemah di Pembukaan, Inflasi Berpeluang Naik

Wall Street Melemah di Pembukaan, Inflasi Berpeluang Naik

Rabu, 17 Februari 2021 23:50 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Bursa saham Amerika Serikat (AS) (AP Photo/Richard Drew)


DIALEKSIS.COM | Dunia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan Rabu (17/2/2021), berbalik arah setelah indeks Dow Jones menyentuh rekor tertingginya kemarin.

Koreksi terjadi setelah data belanja konsumen menunjukkan adanya ekspektasi inflasi lanjutan, yang bakal membuat imbal hasil kian tinggi dan menurunkan harganya di pasar.

Indeks Dow Jones Industrial Average melemah 100 poin pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB) dan 20 menit kemudian menjadi minus 8,25 poin (-0,03%) ke 31.514,5. S&P 500 turun 10,3 poin (-0,26%) ke 3.922,29 dan Nasdaq surut 86,7 poin (-0,62%) ke 13.960,76.

Saham Verizon menjadi pencetak reli tertinggi dengan melesat 3,8% setelah Berkshire Hathaway mengumumkan kepemilikan di raksasa telekomunikasi tersebut. Perusahaan milik triliuner Warren Buffett merogoh kocek lebih dari US$ 8 miliar di kuartal IV-2020.

Di sisi lain, saham Chevron menguat 2% setelah Berkshire juga mempublikasikan fakta bahwa pihaknya menambah kepemilikan saham di perusahaan energi tersebut pada kuartal kemarin.

Pemerintah AS merilis data penjualan ritel per Januari melesat 5,3%, atau jauh lebih tinggi dari ekspektasi ekonom dalam survey Dow Jones yang memprediksi penjualan ritel akan naik 1,2%, setelah melemah 0,7% pada Desember.

Tanda adanya tekanan harga muncul dari pembalikan ekonomi yang memicu pencairan stimulus fiskal dan moneter. Departemen Perdagangan mengumumkan indeks harga produsen, yang mencerminkan harga yang diterima produsen dari barang dan jasa, naik 1,3% pada Januari, tertinggi sejak Desember 2009.

Imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun kemarin naik 9 basis poin sehingga melewati angka 1,3%-yang merupakan level tertinggi sejak Februari 2020. Hari ini, imbal hasil tersebut kembali menguat ke level 1,33%. Kenaikan imbal hasil mengindikasikan harga yang turun, pertanda bahwa investor cenderung melepas aset minim risiko tersebut.

Pelaku pasar Wall Street yakin bahwa kenaikan suku bunga acuan bisa mendorong investor berpindah dari saham ke obligasi, yang bisa menekan saham teknologi sebagai saham yang selama ini diuntungkan dari rezim suku bunga rendah.

"Jika anda memperhatikan aturan historis, valuasi sudah longgar. Namun, kami belum pernah melihat imbal hasil obligasi pada 1,3% dan sekarang kita di wilayah abu-abu sehingga kenaikan rasio harga saham bisa diterima jika mengacu pada pelemahan suku bunga acuan," tutur Scott Black, pendiri dan presiden Delphi Management, sebagaimana dikutip CNBC International.

Di sisi lain, lanjut dia, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan semakin akomodatif... mereka akan mempertahankan suku bunga rendah, sehingga pelaku pasar mendapatkan dorongan untuk terus melanjutkan reli.

Dari sisi korporasi, hotel Hilton akan melaporkan kinerja keuangannya. Sementara dari data ekonomi, investor akan mencermati data-data yang bisa mengindikasikan adanya pemulihan ekonomi [cnbcindonesia.com].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda