kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Indepth / Benarkah BSI Menjawab Keinginan Masyarakat Indonesia dan Aceh?

Benarkah BSI Menjawab Keinginan Masyarakat Indonesia dan Aceh?

Senin, 08 Februari 2021 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Tiga bank syariah BUMN dilebur menjadi satu. Rakyat Aceh menaruh harapan pada tiga kekuatan yang sudah disatukan ini. Namun ada juga pihak yang masih meragukan, peleburan tiga bank ini justru merugikan Aceh.

Tiga bank yang dileburkan, BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah. Nama mereka menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI). Penobatanya juga baru berlangsung awal Februari 2021.

Apakah merger tiga bank ini tepat dalam situasi saat sekarang ini? Bagaimana peluangnya untuk Aceh? Beragam pendapat bermunculan, ada yang menyebutkan peleburan itu masih kurang tepat, namun ada juga yang sangat berharap dengan adanya kebijakan ini akan membawa nuansa baru untuk Aceh.

Pendapat yang kritis tentang merger tiga bank ini datangnya dari Rektor Universitas Islam Kebangsaan Indonesia (UNIKI) Bireuen, Prof Dr Apridar. Menjawab Dialeksis.com professor ini memberikan penilaian, kebijakan merger tiga bank ini masih kurang tepat. Namun dia tidak dapat memberikan argument labih banyak karena merger itu sudah berlangsung.

Menurutnya, saat bank-bank syariah masa perkembanganya sedang melejit. Namun saat mereka sedang melejit justru dilakukan merger. Ekonomi syariah sedang "increasing return to scale" atau sedang menanjak naik. Maka, jika ketiga bank syariah itu digabungkan, hal itu sama saja seperti mematikan peluang pangsa pasar.

"Salah secara kebijakan, karena peluang pangsa pasar yang sedang digarap oleh masing-masing bank syariah ini sudah digabungkan sehingga peluang pasar jadi makin mengecil," kata Prof Apridar saat dihubungi Dialeksis.com, Selasa (2/2/2021).

Ia menilai merger tiga bank secara pemasaran malah merugikan. Langkah itu diambil seperti tidak menginginkan perkembangan bank syariah secara mumpuni, semakin baik.

Prof Apridar berpendapat, menggabungkan bank-bank syariah menjadi satu bank, yakni BSI menimbulkan dua sisi kemungkinan. Pertama bisa jadi gagal dan kemungkinan kedua bisa jadi berkembang.

Kalau pun berkembang, kata dia, yang berkembang hanyalah satu bank syariah (BSI) dibandingkan puluhan bank konvensional lainnya. Kalau tidak digabung maka berpeluang bank Syariah yang dimergerkan itu akan meramaikan bank selain bank konvensial.

Selain itu, kebijakan merger tiga bank itu membuat kondisi perbankan di Aceh menjadi tidak normal. Kalau BSI ini menjadi satu, sama juga seperti diizinkan disini hanyalah satu bank saja," tuturnya.

Afridar menilai, dengan mergernya tiga bank itu malah hanya menghambat pengembangan bank syariah secara alamiah. Dari segi perokonomian malah dipangkas dengan kebijakan-kebijakan yang tidak menguntungkan perbankan syariah secara umum.

Namun, karena merger itu telah dilakukan, dia tidak bisa berargumen lebih banyak. Menurutnya, orang-orang dibelakang pembuat kebijakan tersebut terkesan tidak ingin mengembangkan bank syariah.

"Orang-orang yang backgroundnya mereka itu bukan dari background yang memahami atau peduli penuh pada bank syariah. Tetapi mereka-mereka dari pelaku bank konvensional ataupun bank-nya riba," ungkapnya.

Adapun, jika tujuan pembentukan BSI dengan memergerkan tiga bank tersebut ialah untuk mengembalikan bank syariah, maka, kata Prof Apridar, cukup dengan penambahan modal kepada bank-bank syariah bukan dengan cara digabungkan.

"Kalau hanya menggabungkan, semua orang juga bisa. Tapi itu bukan solusi dan itu bukan satu kebaikan tetapi justeru intervensi untuk mengurangi gerak langkah daripada bank syariah," demikian pendapat professor dari UNIKI ini.

Merugikan Aceh? Benarkah Aceh dirugikan dengan mergernya tiga bank ini? Anggota Komisi III DPRA dari Fraksi PAN, Asrizal H Asnawi mengatakan, diresmikannya Bank Syariah Indonesia (BSI) atas meregernya tiga bank syariah plat merah ini menjadi kerugian tersendiri bagi Aceh.

"Beberapa bank (konvensional) kita sudah kehilangan karena konversi ke bank syariah. Sekarang bayangkan bila BSM, BRIS dan BNISyariah juga tidak ada lagi, hanya tinggal satu BSI. Tentu sedikit mempersempit peluang para UMKM kita terhadap pinjaman modal," ujar Asrizal saat berkunjung ke Redaksi Dialeksis, Rabu (3/2/2021).

Menurut anggota dewan ini, dulunya ketika para UMKM mengajukan pinjaman modal dia masih punya peluang. Misal dia mengajukan ke BSM, namun ditolak. Dia masih punya kesempatan untuk mengajukan ke bank lainnya seperti BRIS dan BNISyariah.

"Tapi kalau tinggal satu bank ini, begitu dia (UMKM) ajukan ke BSI, sama kayak dia colok ke tiga bank sekaligus. Kalau ditolak, ya selesai," ujar Asrizal.

Asnawai berharap, ke depan BSI harus mampu memberikan sumbangsih terhadap pertumbuhan ekonomi di Aceh, terutama melalui kemudahan pembiayaan modal bagi UMKM.

"BSI diharapkan mampu membantu orang-orang yang sedang berjuang dalam dunia usahanya saat ini. Kita ketahui kondisi perekonomian sedang sulit akibat dampak pandemi, BSI tidak bisa menyamakan Aceh dengan daerah lain,” sebutnya.

Artinya menurut Asnawi, kalau mau menolak proposal orang itu musti pertimbangkan, ini orang kalau dirijek nggak tahu mau kemana lagi, soalnya bank konvensional pun sudah tidak ada lagi di Aceh, sudah sedikit pilihan. Itu harapan kita," harap Asnawi.

Pendapat yang sedikit berbeda disampaikan pengamat ekonomi Aceh, Rustam Effendi. Pengamat ekonomi ini menilai dengan diresmikannya Bank Syariah Indonesia (BSI) dapat memperkuat posisi bank tersebut, terutama secara nasional.

Diketahui, usai diresmikan kini total aset BSI mencapai Rp 240 triliun rupiah. Dana pihak ketiga sebesar Rp 210 triliun dan total pembiayaan sebesar Rp 157 triliun. BSI memiliki 1200 kantor cabang dan kini menjadi 7 besar bank di Indonesia.

"Dari sisi permodalan pasti meningkat. Kemudian, asetnya juga pasti akan lebih besar dengan adanya penggabungan. Biaya operasional dan belanja modalnya bisa lebih efisien, dan bisa ditekan," ujar Rustam saat dihubungi Dialeksis.com, Jumat (5/2/2021).

Pengamat ini menyebutkan, kondisi ini merupakan peluang bagi masyarakat karena dengan modal yang lebih besar dan efisien, BSI bisa membangun ekonomi di sektor UMKM, retail, dan lainnya.

"Apalagi kultur masyarakat Aceh yang memang lebih islami. Maka fungsi pembiayaan atau kredit kepada masyarakat melalui BSI bisa lebih luas. Tentu, itu bisa berdampak mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh menjadi lebih baik," kata Rustam.

Pengamat ekonomi itu menilai, Aceh sudah menerapkan Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS), mergernya tiga bank syariah menjadi BSI dianggap sudah sejalan dan dapat memperkuat dunia usaha perbankan dan implementasi ekonomi syariah di Aceh.

"Kehadiran BSI ini saya pikir merupakan sesuatu yang signifikan dalam merekonstruksi fondasi struktur ekonomi Aceh yang lebih atraktif dalam menopang pertumbuhan ekonomi di Aceh ke depan,” sebutnya.

Ini juga senapas dan sejalan dengan pilihan dan kultur masyarakat Aceh yang sangat islami dan telah berkomitmen memilih model syariah sebagai pedoman lembaga keuangan yang beroperasi di daerah ini," ungkap Rustam.

Ia melanjutkan, sekarang semuanya tergantung bagaimana pihak bank dapat membuka akses bagi masyarakat yang butuh pembiayaan bank, termasuk dari BSI ini.

"Kita berharap, idealnya bisa lebih baik ya. Kalau pinjaman bisa lebih baik, bisa lebih besar, bisa diperluas, tentu akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah ini," ujar Rustam.

"Ketika ada pembiayaan, ada kredit, tentu membuat putaran roda ekonomi lebih bergerak, usaha-usaha UMKM, sektor riil ekonom yang ada di sektor pertanian, perdagangan, peternakan, perikanan, dapat lebih berkembang. Dan, ini secara kumulatif bisa menggenjot akselerasi pertumbuhan ekonomi Aceh ke depan," kata Rustam.

Harapan

Walau ada yang mengeluh serta khawatir dengan peleburan tiga bank ini, harapan akan lebih baik juga bermunculan. Ketua Komisi II DPRA, Irpannusir berharap merger tiga perbankan harus punya korelasi dengan kekhususan Aceh yang sedang menerapkan sistem keuangan syariah.

Menurutnya, acuan penerapan BSI dengan sistem keuangan syariahnya sudah tepat sesuai aturan yang berlaku di Aceh.Seluruh perbankan yang ada Aceh dan lembaga-lembaga keuangan lainnya harus menganut sistem syariah, sesuai dengan Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang sudah kita sahkan," ujar Irpannusir saat dihubungi Dialeksis.com, Kamis (4/2/2021).

Ia mengatakan, sisi positif dari kebijakan merger tiga bank tersebut berimbas pada pengelolaan dan proses keuangan Aceh yang berjalan secara Syariah. Namun secara peningkatan ekonomi, ia tidak bisa memastikan karena bisa saja meningkat dan bisa tidak.

Selain itu, ia menilai manajemen bank syariah di Aceh masih belum optimal. Karena itu, ia meminta pihak perbankan untuk membenahi sistem manajerialnya.

"Hampir semua masyarakat mengeluh dengan ATM bank syariah, belum lagi kita bicara ke persoalan-persoalan lain, tapi harapan kita, dengan berlakunya qanun LKS, seluruh tata kelola keuangan di Aceh harus betul-betul syariah," pintanya.

Ia berpesan kepada pengelola BSI supaya menerapkan sistem yang benar-benar syariah, jangan sampai hanya berubah namanya saja sedangkan sistemnya masih mempertahankan sistem bank konvensional.

"Kita minta ke bank syariah yang sudah merger di Aceh itu agar betul-betul syariah secara kaffah dari segala sisi," pungkasnya.

Irpannusir menilai, Bank Aceh Syariah saat ini masih banyak kelemahannya. Ia mencontohkan kelemahan itu seperti sistem transfer online (daring) yang baru beroperasi sejak dua bulan lalu.

"Jadi, Bank Aceh harus ikut inovasi apa-apa yang berlaku di nasional untuk diadopsi, jadi kita minta Bank Aceh Syariah untuk bisa menyesuaikan," ujar.

“Walaupun gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Aceh masuknya melalui Bank Aceh Syariah, pihak Bank Aceh Syariah tidak boleh beranggapan tidak perlu ada sistem online yang baru. Iya, seolah-olah kita tidak perlu dengan sistem online yang baru. Tidak boleh berpikir begitu kalau mau maju," sebut Irpanursir.

“Sekarang kan Bank Aceh Syariah ini hebat karena didukung pemerintah, coba kalau terus berinovasi, bukan hanya hebat tapi bisa menjadi Bank plat merahnya orang Aceh," pungkasnya.

"Aceh masih peringkat ke-7 secara nasional termiskin di Indonesia, peringkat kedua di Sumatera. Siapa yang bisa membangkitkan perekonomian Aceh ini ke tingkat yang lebih baik selain dari pelaku UMKM ini," ungkapnya.

Irpannusir meminta pihak perbankan syariah tidak mempersulit prosedur pinjaman modal untuk UMKM di Aceh, terutama bagi Bank Syariah Indonesia (BSI).

"Jangan berbelit-belit syaratnya. Ini syaratnya dibuat-buat supaya UMKM tidak bisa mendapat pinjaman modal, jangan begitu. Bila perlu dipermudah lah," pintanya.

Harapan untuk lebih baik ke depanya, juga disampaikan Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Dr EMK Alidar. Menjawab media ini, Alidar menilai, mergernya tiga bank syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) akan memperkuat perbankan syariah secara nasional dan sejalan dengan harapan Qanun Lembaga Keuangan Syariah di Aceh.

"Mergernya tiga bank ini tentu memperbesar aset BSI. Kita harapkan menjadi daya ungkit dan daya dobrak yang lebih maksimal untuk perkembangan ekonomi di Aceh dan juga Indonesia," ujar Alidar saat dihubungi Dialeksis.com, Jumat (5/2/2021).

Dia berharap, agar BSI sebagai bank syariah dengan kekuatan asetnya yang besar, mampu berpihak kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), khususnya di Aceh.

"Pelaku ekonomi mikro dan pemerintah tentu berharap ekonomi bergerak tumbuh. Untuk sektor-sektor mikro ini diharapkan akan terbantu permodalannya oleh perbankan syariah seperti BSI ini," ungkap Alidar.

Bagaimana pendapat pengusaha? Menurut Nurchalis, Ketua Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) Aceh, mengatakan, mergernya tiga bank syariah itu sudah sesuai dengan prinsip-prinsip yang diharapkan Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Aceh.

"Kita menyambut baik sebuah harapan itu, sedikit tidaknya sudah menjawab harapan kita," jelas Nurchalis saat dihubungi Dialeksis.com, Rabu (3/2/2021).

Menurutnya, dengan teknologi perbankan selama ini, tidak terkendala dalam hal persoalan-persoalan pertransferan, maupun pembayaran-pembayaran kerjasama yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

"Sebuah program baru ataupun inovasi baru dari pemerintah yang melihat peluang syariah ini lebih besar selama ini, tentunya pemerintah akan mengambil peran strategis ini," ujarnya.

"Namun yang kita sesalkan adalah perubahan ini, kita berharap perubahan ini jangan terus-terusan terjadi. Sehingga sekali perubahan ini kan akan mengubah tata prilaku penilaian kita terhadap pemerintah," tambahnya.

Ketua ISMI Aceh itu berharap, pemerintah sebagai pemilik bank plat merah ini agar segera memfinalkan persoalan akibat dampak merger ini, sehingga mempercepat pelayanan yang baik.

"Jangan nanti persoalan ini berlarut-larut, akan menghambat proses manajemen tata kelola perbankan untuk dimanfaatkan oleh rakyat. Jangan lagi ada e-banking bermasalah, banyak penarikan juga masih ada kendala,” sebutnya.

Bagaimana kinerja pihak bank? Ketua Project Management Office (PMO) PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), Hery Gunardi, memastikan meskipun bank syariah pelat merah itu merupakan gabungan dari tiga bank BUMN , namun kinerjanya akan diupayakan untuk mampu melayani berbagai urusan perbankan di segala lini.

Hery menegaskan hal itu, ketika menyamapikan sambutanya pada peresmian PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), yang dihelat langsung di Istana Negara dan diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo.

Hery menegaskan, BSI ini nantinya tidak hanya akan menjadi sekadar bank hasil penggabungan saja, tapi juga dengan target untuk masuk menjadi salah satu dari 10 bank syariah terbesar dunia berdasarkan kapitalisasi pasar.

"Kami akan terus berbenah dan melayani segala lini, dengan layanan modern dan inklusif serta tetap menjaga prinsip-prinsip keuangan syariah," kata Hery.

Hery berjanji akan membawa aspek transformasi di internal BSI, melalui upaya penguatan layanan, pengembangan SDM, serta pemanfaatan teknologi digital.

BSI akan memfokuskan kinerjanya pada segmen UMKM secara terintegrasi. Bank syariah pelat merah ini akan melayani segmen konsumer, ritel, hingga nasabah global melalui produk sukuk. BSI akan berkontribusi pada pemerataan ekonomi masyarakat melalui ZISWAF," kata Hery.

Menurut Hery, hasil merger tiga bank ini memiliki aset Rp214,6 triliun dengan modal inti Rp20,4 triliun. Keadaan ini berhasil menempatkan bank syariah hasil merger ini masuk ke dalam daftar 10 bank terbesar di tanah air jika dilihat dari segi ketersediaan jumlah aset.

"Sekaligus menjadi Top 10 bank syariah terbesar di dunia dari sisi kapitalisasi pasar," sebut Hery.

Dijelaskan, saat ini BSI memiliki sekitar 1.200 kantor cabang, yang tersebar di seluruh Indonesia. Kantor-kantor cabang BSI yang sebelumnya merupakan kantor cabang dari ketiga bank yang demerger ini.

Khusus untuk Aceh, menyatukan tiga bank Syariah ini ada sejumlah harapan di sana. Ada harapan perbaikan untuk lebih baik ke depanya, ada harapan perbaikan tatanan ekonomi. Aceh masuk dalam peringkat ke-7 secara nasional termiskin di Indonesia.

Padahal Aceh sejak diberlakukan Ostus, dananya melimpah, namun masih masuk juga dalam klasifikasi miskin. Apa ada yang salah dalam menggelola negeri paling ujung barat pulau Sumatera ini. Sampai kapan prediket miskin itu melekat?

Dengan peleburan tiga bank Syariah ini, sejarah apalagi yang bakal didapatkan Aceh. Apakah predikit miskin itu masih melekat? Atau ada perbaikan taraf hidup yang lebih baik. Ada harapan di sana, semoga harapan tidak berbuah kecewa. (Bahtiar Gayo)


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda