Mengenang 20 Tahun Tsunami Aceh, Adi Warsidi Ceritakan Pengalaman saat Meliput
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Adi Warsidi. Foto: instagram pribadi
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Adi Warsidi, jurnalis senior yang mengalami langsung bencana tsunami Aceh 2004, membagikan pengalamannya saat meliput dan menjadi relawan.
"Tsunami Aceh adalah pengalaman paling berkesan dalam karir saya. Saya melihat kengerian dan kepedulian masyarakat secara langsung," kata Adi kepada DIALEKSIS saat dihubungi, Jumat (27/12/2024).
Adi mengingat saat pertama kali melihat gelombang tsunami menghantam kawasan Jeulingke, Banda Aceh, tempat tinggalnya kala itu. Air laut dari pantai Alue Naga menerjang apa saja di daratan sampai rata dan hancur.
Setelahnya, dia menyaksikan bagaimana orang-orang menyelamatkan diri, serta pemandangan kehancuran di sebagian Kota Banda Aceh. "Saya tidak percaya apa yang saya lihat. Semua terjadi begitu cepat."
Ia mengaku mengalami kesulitan dalam meliput karena infrastruktur yang rusak dan komunikasi terputus. Sampai kemudian kantor mengirimkan handphone satelit untuk memudahkan komunikasi.
Perlengkapan lainnya juga hilang karena tempat tinggalnya terkena tsunami. Pakaian hanya tertinggal beberapa saja. "Saya sendiri juga korban, tapi secara fisik dan mental masih memungkinkan untuk bekerja," katanya.
Sambil meliput, Adi juga menjadi relawan untuk membantu korban tsunami bersama kawan-kawan aktivis yang tersisa.
"Saya ingin membantu langsung. Kami bekerja sama dengan relawan dari luar Aceh, tim medis dan organisasi non-pemerintah untuk mencari bantuan, hingga menyalurkan ke pengungsian. Saya bahkan ikut mengangkat beras dan makanan pokok untuk diberikan ke warga."
Adi menekankan pentingnya kerja sama dan solidaritas masyarakat dalam menghadapi bencana, serta siaga terhadap berbagi ancaman bencana di kemudian hari.
"Tsunami Aceh mengajarkan saya tentang pentingnya empati dan kepedulian. Sebagai jurnalis, saya harus siap menghadapi situasi darurat dan memberikan informasi akurat," tambahnya.
Setelah dua dekade tsunami Aceh, dia berharap para pihak terus mewariskan pengetahuan tentang gempa dan tsunami, agar generasi ke depan lebih siap jika bencana serupa datang lagi.
"Dalam banyak kajian keilmuan, tsunami telah berulang kali melanda Aceh dalam periode tertentu. Kita tak bisa memprediksi, tapi dapat lebih siap menghadapinya," pungkasnya.