Ratusan Gampong Dipimpin Pj Keuchik, APDESI Aceh Desak Pemerintah Beri Kepastian
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Ketua DPD Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Provinsi Aceh, Muksalmina Asgara. Foto: IST
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua DPD Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Provinsi Aceh, Muksalmina Asgara, mengungkapkan kondisi yang memprihatinkan terkait jabatan Keuchik (kepala desa) di Aceh.
Saat ini, kata Muksalmina, lebih dari 300 desa di Aceh dijabat oleh Penjabat (Pj) Keuchik, akibat penundaan pemilihan kepala desa yang disebabkan oleh gelaran Pilkada Serentak 2024.
Muksalmina menjelaskan bahwa meski Keuchik di Aceh diakui secara resmi oleh pemerintah pusat, namun pengaturan terkait Gampong (desa), baik untuk Keuchik maupun Sekretaris Desa (Sekdes), masih mengacu pada UU Pemerintahan Aceh (UUPA).
Dalam hal ini, kewenangan terkait pemilihan dan penetapan Keuchik sepenuhnya diserahkan kepada kearifan lokal Aceh, melalui Qanun Provinsi. Begitu juga dengan tata kelola pemerintahan Gampong yang diserahkan kepada kebijakan lokal masing-masing Kabupaten/Kota di Aceh.
"Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 117 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang memberi kewenangan bagi pemerintah Aceh dan kabupaten/kota untuk mengatur hal tersebut. Namun, hingga kini, adanya ketidakjelasan sikap pemerintah Aceh mengenai implementasi kebijakan ini," kata Muksalmina kepada Dialeksis, Sabtu (28/12/2024).
Menurutnya, masyarakat dan para Keuchik membutuhkan kepastian. Apakah pemerintah Aceh akan segera menindaklanjuti UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, atau tidak.
Penyelenggaraan regulasi ini mengubah masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi delapan tahun, yang mulai berlaku sejak undang-undang desa diresmikan.
"Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah ketentuan ini juga berlaku di Provinsi Aceh, mengingat UU Nomor 11/2006 tentang Pemerintah Aceh mengatur bahwa masa jabatan Keuchik/kepala desa hanya selama dua periode atau enam tahun. Kami mendesak pemerintah Aceh untuk segera mengambil sikap yang jelas,” ujarnya.
Menurutnya, jika pemerintah Aceh berkomitmen untuk melaksanakan UU tersebut, langkah konkret harus segera dilakukan, mengingat ribuan Keuchik yang masa jabatan mereka akan berakhir pada tahun 2025. Hal ini menyisakan ketidakpastian bagi para kepala desa yang tengah menunggu keputusan terkait langkah selanjutnya.
Lebih lanjut, Muksalmina menekankan bahwa ketidakpastian ini berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan desa dan menciptakan keraguan di kalangan masyarakat desa.
Oleh karena itu, APDESI Aceh mendesak agar pemerintah Aceh segera memberikan penjelasan yang kongkret terkait hal ini, agar tidak ada lagi Keuchik yang terjebak dalam ketidakpastian antara kebijakan pemerintah pusat dan kebijakan daerah.
“Kami berharap pemerintah Aceh segera bersikap konkret dan jelas, sehingga tidak ada lagi Keuchik yang harus menanti dalam kebingungan. Kebutuhan akan kepastian ini sangat mendesak demi keberlanjutan pemerintahan desa di Aceh,” tutupnya.