ABA Tuntut UMP Aceh Naik dan Desak DPRA Segera Revisi Qanun Ketenagakerjaan
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Pernyataan sikap dari Aliansi Buruh Aceh terhadap UMP dan Revisi Qanun Aceh No.7 tahun 2014 tentang ketenagakerjaan dengan perlindungan yang menyeluruh bagi seluruh pekerja atau buruh di Aceh dan menolak UU No.11 tahun 2020 tentang Ciptakerja (Omnibus Law). [Foto: Dialeksis/ftr]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aliansi Buruh Aceh (ABA) melakukan aksis unjuk rasa di dua titik yaitu di depan Kantor Gubernur Aceh dan simpang 5 (Lima) Banda Aceh pada Rabu (17/11/2021). Dalam aksi unjuk rasa itu dilakukan untuk menuntut Upah Minimum Pekerja (UMP) Aceh naik.
Puluhan karyawan swasta yang tergabung dalam Aliansi Buruh Aceh (ABA) menyampaikan aspirasinya dengan spanduk ber orasi menggunakan alat pengeras suara (TOA) dan dengan spanduk yang berisi kritikan terhadap Pemerintah Aceh.
Penentuan besaran penyesuaian upah minimum saat ini diataur berdasarkan PP No. 36 Tahun 2021 yang juga merupakan aturan turunan dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Ciptakerja (Omnibus Law).
Aturan tersebut saa dengan PP No. 78 Tahun 2015 tentang pengupahan dimana besaran penyesuaian upah tidak lagi dilihat dari hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sehingga secara sistem telah merugikan pekerja/buruh.
Adapun upaya mendapatkan data akurat tentang kebutuhan pekerja/buruh, ABA melalui pengurus daerah telah melakukan survei KHL secara mandiri pada bulan september 2021 di 9 Kabupaten/Kota di Aceh.
Dari hasil survei itu didapatkan hasil, bahwa angka rata-rata KHL seorang lajang sebesar Rp 3.618.261,- (Rp 3,6 Juta). Angka tersebut berbeda dengan data dari BPS yang dalam PP terbaru pemerintah hanya melihat dan berpedoman dari data BPS.
Selain itu, permasalahan pengupahan, ABA juga sedang melakukan upaya revisi Qanun Aceh No. 7 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan karena Qanun Existing sudah tidak lagi relevan lagi bagi pekerja/buruh di Aceh semenjak disahkan Omnibus Law yang secara menyeluruh telah merugikan pekerja/Buruh.
Karena itu, ABA bersama dengan konfederasi dan federasi afiliasi secara tegas menyatakan sikap. Adapaun penryataan sikapnya yaitu sebagai berikut:
1. Menuntut Gubernur Aceh untuk menaikkan/menyesuaikan UMP Aceh Tahun 2022 sebesar Rp 3.6 juta sesuai dengan rata-rata hasil survei KHL di 9 Kabupaten/Kota.
2. Mendesak DPRA dan Gubernur Aceh segera melakukan revisi Qanun Aceh No. 7 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan dengan perlindungan yang menyeluruh bagi seluruh pekerja/buruh di Aceh.
3. Menolak UU No. 11 Tahun 2020 tentang Ciptakerja (Omnibus Law) serta seluruh aturan turunan dibawahnya.
Atas hal tersebut juga mendapati atensi dari Asisten II Pemerintah Aceh, Mawardi. Dirinya merespon para pengunjuk rasa dan menerima tuntutan atau pernyataan sikap dari para buruh Aceh yang melakukan aksi unjuk rasa, Rabu (17/11/2021).
Saat diwawancara oleh para awak media saat itu, Ketua Aliansi Buruh Aceh, Saifulmar mengatakan, agar segera Gubernur Aceh dapat menaikkan upah atau menyesuaikan UMP Aceh Tahun 2022 sebesar Rp 3,6 juta/Bulan.
Kemudian, Lanjutnya, agar kiranya DPRA dan Gubernur Aceh segera merevisi qanun Aceh No.7 tahun 2014 tentang ketenagakerjaan dengan perlindungan yang menyeluruh bagi seluruh pekerja atau buruh di Aceh dan menolak UU No.11 tahun 2020 tentang Ciptakerja (Omnibus Law).
“Kita sudah catat dan menerima semua tuntutan dari teman-teman semua. Kami yakin, apa yang bapak dan ibu sampaikan bukan untuk kepentingan pribadi saja yang hadir disini (Kantor Gubernur Aceh saat unjuk rasa disana), namun ini dilakukan untuk mewakili semua,” ucap Mawardi. [ftr]
- PKG Jaya Baru Banda Aceh Gelar Bimtek Lingkungan Bagi PAUD
- PT Banda Aceh Bebaskan Pemimpin Perusahaan Serambi Indonesia dari Segala Dakwaan
- JPU Tak Hadir Dipersidangan Kasus Kadar Emas, Razman: Jangan Cari Masalah
- Puluhan Buruh Demo di Kantor Gubernur Aceh Tuntut Percepatan Revisi Qanun Ketenagakerjaan