Aceh Perlu Rancang Qanun Tabbayun
Font: Ukuran: - +
[Foto: Istimewa]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh disarankan merancang Qanun Tabbayun sebagai perangkat hukum untuk membersihkan polusi ruang siber dari narasi-narasi menyesatkan. “Sehingga memperkuat karakter Aceh yang Islami, terpelajar, bermartabat, dan beradab,” kata Dr. Nurlis Effendi SH MH, dalam kuliah umum “Etika dan Hukum Pers di Era Digital” yang diselenggarakan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry di Banda Aceh, Selasa (5 Juli 2022).
Berdasarkan rilis yang diterima Dialeksis.com, Rabu (6/7/2022), Nurlis dihadirkan sebagai narasumber dalam kuliah umum tersebut karena kapasitasnnya sebagai wartawan senior dan telah mengantongi sertifikat wartawan utama dari Dewan Pers. Selain itu, berkaitan dengan etika dan hukum pers, mantan jurnalis Tempo ini mendalaminya selama menyelesaikan program doktor hukum dengan disertasi yang berjudul Konstruksi Hukum dan Etika Jurnalistik pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers di Era Digital.
Saat ini, Nurlis masih aktif menulis dan juga menjalani kegiatannya dalam dunia akademik sebagai dosen di Fakultas Hukum Universitas Malahayati Bandar Lampung dan Fakultas Hukum Universitas Kartamulia Purwakarta. Sejak Maret 2022, ia dipercaya sebagai rektor pada Institut Kesehatan Indonesia (IKI) Jakarta.
Nurlis menjelaskan bahwa Qanun Tabbayun itu sangat valid dengan ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam surah Al-Hujurat ayat 6. Bunyinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu seorang yang fasik membawa suatu berita, maka bersunggung-sungguhlah mencari kejelasan agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa pengetahuan yang menyebabkan kamu atas perbuatan kamu menjadi orang-orang yang menyesal.
Tabbayun itu bermakna mencari kejelasan hingga terang dan benar. “Yaitu menyeleksi informasi atau berita dengan atau berita dengan melakukan verifikasi dengan benar,” katanya. Qanun Tabbayun, jika ditarik secara hirarki perundang-undangan akan sangat valid dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1999 tentang Pers, juga valid dengan Kode Etik Jurnalistik.
Bahkan validitasnya tidak menyimpang dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh. Selain itu, Qanun Tabbayun sangat sesuai dengan suasana kebatinan rakyat Aceh yang memiliki filosofi hidup “Adat bak po teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala” yang maknanya adat Aceh berjalan seiring dengan syariat Islam. “Artinya, qanun di Aceh akan sejalan dengan jiwa rakyat Aceh,” kata Nurlis.
Berdasarkan analisis tersebut, Nurlis meyakini qanun tabbayun akan sangat efektif berjalan dengan tepat di Aceh. “Jadi narasi-narasi negatif dan menyesatkan yang berseliweran dalam media sosial maupun media berita dapat dibersihkan dengan qanun tersebut,” katanya. Bahkan, ia menambahkan, seharusnya ruang siber sangat bersih jika penggunanya adalah publik Aceh yang benar-benar berpandukan ajaran-ajaran Islam. []