ACT Langsa Berkunjung ke Pondok Kelapa Langsa, Furqan: Sulitnya Akses Air Bersih
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Warga desa pondok kelapa, kecamatan Langsa Baro, Kota Langsa, Provinsi Aceh yang menenteng jeregen untuk mengambil air untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. [Foto: ACT Langsa/Dialeksis/ftr]
DIALEKSIS.COM | Langsa - Aksi Cepat Tanggap (ACT) Kota Langsa menuju ke sebuah desa pondok kelapa, kecamatan Langsa Baro, Kota Langsa, Provinsi Aceh.
Koordinator ACT Langsa, Mursyid melalui Kabid Muskom (Humas ACT Langsa), Furqan mengatakan, sesampai dilokasi, rombongan ACT Langsa melihat para warga mulai bersiap-siap dengan meneteng beberapa jerigen dengan berbagai ukuran. Adapun wajah gembira terlihat jelas diselingi beberapa candaan ringan khas warga desa.
Warga desa pondok kelapa, kecamatan Langsa Baro, Kota Langsa, Provinsi Aceh yang menenteng jeregen untuk mengambil air untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. [Foto: ACT Langsa/Dialeksis/ftr]“Mereka berkumpul dan mengantri dengan rapi di pinggiran kolam tadah hujan buatan yang ukurannya sekitar 70 m2 dengan kedalaman berkisar 10 cm - 70 cm saja. Air yang ditampung digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari,” ucap Furqan kepada Dialeksis.com, Minggu (29/08/2021) melalui pesan Whatsapp.
Furqan mengatakan, Disana hujan adalah emas, tidak ada hujan berarti separuh kehidupan telah hilang. Hal itu disampaikan Humas ACT Langsa yang didengar dari salah satu ibu-ibu sambil menenteng jerigen di lokasi tujuan.
Faktanya, setiap warga di desa pondok kelapa, khususnya Dusun Alue Rimau harus membeli air minimal Rp. 300.000 setiap bulannya saat musim penghujan. Tetapi ketika musim kemarau tiba, mereka harus rela merogoh kocek lebih dalam sampai dengan Rp.500.000 perbulannya.
Furqan menyampaikan, warga disini berprofesi sebagai buruh tani karet dengan penghasilan rata-rata Rp.800.000- Rp. 1.000.000 perbulannya.
“Sangat disayangkan ketika sebagian penghasilannya terpakai untuk membeli air dimana masih banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi seperti pendidikan anak, kebutuhan pangan dan kesehatan,” sebut Furqan.
Salag satu warga disana yang berprofesi sebagai buruh karet, Jamil melalui Furwan menceritakan, Kami ini cuma buruh tani karet, sebenarnya sangat dilema, saat musim hujan tiba, susah sekali mengumpulkan getah karet, tetapi bersyukur karena tidak harus beli air, tetapi begitu musim kemarau, getahnya bisa diambil banyak, tetapi uang banyak habis untuk beli air bersih.
Musholla yang hanya digunakan saat bulan Ramadhan untuk sholat tarawih. [Foto: ACT Langsa/Dialeksis/ftr]Fakta berikutnya yang ditemui ACT Langsa saat itu, sebuah musholla yang hanya digunakan saat bulan Ramadhan untuk sholat tarawih. Itupun karena ada beberapa dermawan dari luar desa yang menyedekahkan air untuk keperluan wudhu. Selebihnya musholla ini terbengkalai begitu saja.
“Jadi jangan berharap ada kumandang adzan lima waktu apalagi sholat berjamaah. Semua warga disini memanfaatkan rumahnya sebagai tempat berjamah bersama keluarganya saja,” jelas Furqan.
Lanjut Furqan, “Bukan hanya itu, air yang selama ini dikonsumsi juga sering berdampak buruk bagi Kesehatan masyarakat, buktinya 2 hari lalu salah satu warga harus dioperasi karena penyakit kencing batu. Dan ternyata masih banyak lagi masyarakat yang mengalami penyakit serupa,” tuturnya kepada Dialeksis.com.
Furqan menyampaikan sambil memberi gambaran kepada Dialeksis.com, bisa kita bayangkan, Bagaimana susahnya hidup di desa ini, ditengah keterbatasan penghasilan tetapi harus berjuang untuk mendapatakan air bersih dengan harga mahal.
Karena itu ada kabar baiknya juga, Furqan menyampaikan, ACT Langsa mengajak semua elemen masyarakat untuk sama-sama membangun sumur wakaf untuk Masyarakat Pondok Kelapa, di dusun ALue Rimau melalui rekening BSI (ex BSM) 7164169067 a.n Aksi Cepat Tanggap atau hubungi kami di 0822 9720 7127. [ftr]