AJI Banda Aceh Adakan Peliputan Isue Keberagaman
Font: Ukuran: - +
[Foto: Serambi]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Workshop jurnalistik keberagaman diadakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh bekerjasama dengan American Friends Service Committee (AFSC).
Tujuan kegiatan untuk membekali para jurnalis muda di Aceh untuk memahami peliputan isu-isu keberagaman. Pelaksanaan berlangsung selama dua hari, dimulai tanggal 20 sampai 21 Agustus 2020 di hotel Permata Hati Banda Aceh.
Menjelaskan perihal workshop, Ketua AJI Banda Aceh, Misdarul Ihsan mengungkapkan, pelatihan isu ini dilaksanakan agar jurnalis muda Aceh mengetahui proses peliputan terkait keberagaman yang lebih mendamaikan.
"Mengedepankan independensi kita sebagai jurnalis dalam peliputan isu keberagaman, sehingga berita yang keluar benar-benar mencerahkan masyarakat," ujarnya saat pembukaan workshop keberagaman.
Kembali ketua AJI Banda Aceh menambahkan, pemahaman ini penting dipelajari, terutama bagi jurnalis muda yang bertugas di daerah dengan potensi konflik keberagamannya cukup tinggi. Karena itu, jurnalis perlu mengetahui bagaimana berita yang dapat mengundang timbulnya permasalahan di tengah masyarakat, dan jenis tulisan yang memberikan keharmonisan.
Ihsan berharap produk tulisan harus menyejukan, selain itu berharap kepada teman-teman yang mengikuti pelatihan wajib fokus. Jangan sampai tidak mendapatkan apa-apa selama proses dari awal hingga akhir pelatihan, apalagi jauh-jauh datang kesini.
Tambah informasi, kegiatan workshop diikuti 20 jurnalis muda Aceh ini diisi para jurnalis senior berpengalaman dalam meliput isu keberagaman, seperti wartawan The Jakarta Post, Hotli Simanjutak dan anggota Dewan Pers 2013-2019, Nezar Patria.
Sedikitnya, Nezar Patria menjelaskan, dalam melakukan tugasnya jurnalis harus melaporkan fakta secara berimbang, mendorong resolusi konflik, membuka peluang berdialog, menemukan kepentingan bersama dan membangun solusi.
“Kekuatan media membangun opini atau membentuk realitas lewat “framing” (pembingkaian) peristiwa dengan sudut pandang tertentu. Media bisa mendorong solusi atau malah menjadi alat provokasi," ungkapnya.
Dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers juga sudah dijelaskan terkait pemberitaan keberagaman.
Pada pasal 6 huruf b disebutkan, media harus menegakkan niliai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
"Pada pasal 5, Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah," terang Nezar [**]