Akademisi Sampaikan Penyebab Inflasi di Aceh Karena Adanya Impor
Font: Ukuran: - +
Reporter : Alfi Nora
Akademisi FEB USK, Dr Muhammad Abrar [IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh mengumumkan data perkembangan Indeks Harga Konsumen di Aceh pada Desember 2020 inflasinya secara keseluruhan mencapai 0,99 persen.
Sementara itu, inflasi per tahun kalender 2020 berada di angka 3,59 persen. Sedangkan inflasi pada tahun lalu 2019 1,63 persen.
Menanggapi hal itu, Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Dr Muhammad Abrar mengatakan, perekonomian dunia di masa Covid-19 ini mengalami tekanan berat tidak terkecuali termasuk Aceh. Terjadinya Inflasi beberapa bulan terakhir yang mencapai 3,59% merupakan salah satu bukti bahwa adanya pandemi Covid-19 ikut berpengaruh terhadap perekonomian di Aceh.
"Terjadi kecenderungan naiknya harga-harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Hal ini menyebabkan turunnya nilai mata uang tentu berdampak pada daya beli masyarakat," ujarnya kepada Dialeksis.com, Kamis (7/1/2021).
Menurutnya, pandemi Covid-19 ini sangat berdampak pada kondisi perekonomian Aceh, khususnya pada sektor perdagangan yang meliputi kegiatan ekspor impor, terlebih Aceh masih mengandalkan kebutuhan dari luar daerah termasuk bahan pangan.
Seperti Bawang merah, bawang putih dan telur. Kegiatan produksi yang semakin menurun, terjadi kelangkaan barang, dan juga kenaikan harga di pasaran menyebabkan terjadinya inflasi di Aceh.
Lebih lanjut di masa pandemi dewasa ini, ada terjadi pergeseran perilaku produsen dan konsumen. Sebelum terjadinya pandemi, poros kegiatan ekonomi terpusat di pasar, supermarket dan mall. Namun sekarang kegiatan ekonomi mulai bergeser ke rumah-rumah atau tempat tinggal.
Penyebab lainnya, terjadi inflasi disebabkan karena adanya impor, masuknya barang-barang dari luar. Sedangkan di negara maju penyebab inflasi itu dikarenakan meningkatnya jumlah permintaan dan naiknya biaya produksi. Tetapi di Indonesia khususnya Aceh, inflasi terjadi karena naiknya barang-barang impor, apalagi yang barangnya mentah dan ketika sampai di Aceh perlu diproduksi kembali.
Ia menyampaikan, hal yang menarik di Aceh berdasarkan data, tingkat pertumbuhan ekonomi diselamatkan oleh sektor pertanian, selanjutnya Infokom dan perdagangan air.
Ironisnya di Aceh yang notabennya daerah berbasis sektor pertanian, kehutanan dan perikanan seharusnya bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Menurut Dr Abrar, Pemerintah Aceh perlu melakukan kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung kegiatan untuk meningkatkan hasil produksi terutama pada sektor pertanian, perkebunan dan perikanan.
Selanjutnya, melakukan kegiatan dalam bentuk pekerjaan yang bersifat massal (padat Karya) dengan tujuan pembangunan, yaitu menggunakan tenaga kerja harus berasal dari kelompok miskin, pengangguran serta kelompok marjinal lain sehingga kelompok tersebut mendapatkan pendapatan serta pengembangan ekonomi daerah dengan menggandeng E-commerce global.
"Seperti Tokopedia, Shopee dan lain-lain. Platform ini kemudian diberikan pelatihan-pelatihan agar produk unggulan desa bisa dipasarkan secara digital dan semakin luas di seluruh Indonesia," pungkasnya.
- Tim Kuasa Hukum Tgk Janggot Gelar Konferensi Pers, Korban Pemukulan Sampaikan Kronologi Kejadian
- Warga Tak Patuhi Prokes Diberi Sanksi Cabut KTP di Wilayah Lhokseumawe
- UIN Ar-Raniry Perpanjang Kuliah Daring, Antisipasi Penyebaran Virus Corona
- DPRA dan Pemerintah Aceh Berikhtiar Minta Lembaga Pusat Beri Ruang Pilkada 2022