Aksi Demo Mahasiswa Aceh Dibubar Paksa, Berikut Kronologis Lengkapnya
Font: Ukuran: - +
Reporter : Hakim
Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aksi demo mahasiswa di Aceh saat pandemi Covid-19 dibubarkan paksa. Demo digelar di depan kantor DPR Aceh, pada Rabu (18/8/2021).
Aksi tersebut dibubarkan oleh polisi berbaju putih, sedikitnya 3 orang pendemo telah diamankan. Informasi yang dihimpun Dialeksi.com, pembubaran dimulai saat mahasiswa bersikukuh tak ingin meninggalkan lokasi demo.
Mahasiswa tersebut mengenakan jas almamater berwanra biru dengan logo Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh.
Setelah berorasi sekitar 10 menit, polisi bersama Satgas Covid-19 meminta para mahasiswa untuk membubarkan diri secara sukarela. Hal ini dikarenakan Banda Aceh sedang dalam status PPKM Level 4.
Pada awalnya Polisi telah memberi izin untuk lima orang perwakilan mahasiswa masuk, namun sayangnya puluhan dari mahasiswa tidak menerima, mereka mengingikan masuk bersamaan untuk sampaikan aspirasi kepada DPRA.
"Adek-adek agar membubarkan diri. Kita sedang zona merah, sedang PPKM level 4," kata Kabag Ops Polresta Banda Aceh, kompol Juli."Kita sudah beri ruang lima orang audiensi ke ke dalam. Sekarang kami berikan hitungan 10. Kami putuskan kami bubarkan".
Hal itu, kata dia, tertuang dalam Peraturan Mendagri (Inmendagri). Selain itu, untuk melakukan aksi demo juga harus mendapat izin dari kepolisian.
Dalam aksi itu, Mahasiwa menuntut normalisasi kehidupan masyarakat Aceh, seperti perkuat UU Pemerintah Aceh, mencabut PPKM Mikro, hingga permintaan peningkatan kualitas pendidikan, ekonomi, pembangunan dan perindustrian.
Para mahasiswa membawa poster bertuliskan "Cukup hubunhan qu yang online, pendidikan jangan" ada juga "Orang Kaya Teriak Prokes, Orang Miskin Teriak Lapar" serta sejumlah poster bernada satire lainnya.
"Banda Aceh sedang level 4. Level 4 itu tidak boleh ada kerumunan, untuk penyampaian aspirasi tidak boleh seperti ini," kata salah satu petugas keamanan kepada mahasiswa.
Koordinator lapangan aksi demo Ikhsan mengatakan aksi ini dipicu dari perkembangan pendidikan dan perekonomian di Prov. Aceh saat ini yang dinilai telah melanggar hak - hak masyarakat Aceh.
“Pendidikan Aceh Peringkat 27 nasional, anggaran pendidikan Aceh tahun 2021 mencapai Rp 3,5 triliun. Kemudian kami menuntut kebijakan pemulihan ekonomi dan ketahanan pangan di masa pendemi covid-19 tidak jelas indikator capaiannya, sementara anggarannya pada refokusing pertama- ketika alokasi refokusing 1,8 M besarannya mencapai 400 Milyar, bisa jadi pada refokusing kedua dan ketiga alokasinya lebih besar, namun pemerintah seakan tak punya kebijakan solutif untuk pemulihan ekonomi masyarakat.” pungkasnya.