Aktivis Perempuan Aceh Soroti Aturan Standarisasi Warung Kopi di Bireun
Font: Ukuran: - +
Arabiyani Iya, Aktivis Perempuan Aceh asal Bireun
DIALEKSIS.COM | Bireun - Aktivis Perempuan Aceh asal Bireun, Arabiyani Iya, menyorot aturan standarisasi standarisasi warung kopi, kafe dan restoran sesuai syariat Islam yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Kabupaten Bireun, Aceh. Menurutnya Aturan standarisasi tersebut patut didukung sejauh aturan tersebut dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat Bireun. Akan tetapi ada persoalan kini lain yang seharusnya menjadi prioritas di Bireun saat ini yang jauh lebih mendasar, diantaranya pelayanan kesehatan dan kesejahteran pekerja rumah sakit di Bireun.
"Tentu saya mendukung apabila bupati melakukan standardisasi terhadap warung kopi khususnya dalam rangka meningkatkan perekonomian kabupaten Bireuen. Khususnya masyarakat ekonomi lemah. Apalagi kalau peraturan yang dikeluarkan dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan konsumen. Akan tetapi Ada prioritas lain di Bireuen yang harusnya menjadi perhatian bupati kami. Jadi, jangan geser dulu perhatian kita warga bireuen dari persoalan lain di Bireuen yang jauh lebih mendasar. Misalnya pembangunan rumah sakit regional yang tidak kunjung berjalan. Kemudian juga adanya tunggakan hampir setengah tahun terhadap honorer di rumah sakit umum dokter fauziah bireuen "jelas Arabiyani pada Dialeksis, Rabu (5/09/2018).
Menurutnya persoalan pelayanan kesehatan sudah semestinya menjadi prioritas dari Pemerintah Kabupaten Bireun.
"Kita tau di Bireuen ada persoalan dengan kabar bahwa RSUD dr. Fauziah kehabisan biaya operasional sejak beberapa bulan terakhir. Menyusul belum dibayarkannya klaim oleh BPJS. Ini tentu mengkhawatirkan, terutama bagi pasien yang membutuhkan perawatan segera (kasus emergency). Belum lagi dampaknya terhadap pasien dari keluarga miskin dan atau perempuan kepala keluarga. Hal inilah yang seharusnya menjadi prioritas Pemkab Bireun saat ini" ujar perempuan kelahiran Bireun ini.
Arabiyani juga melanjutkan, bahwa aturan ini dikhawatirkan akan menimbulkan inisiatif dari sejumlah anggota masyarakat untuk menafsirkan secara sepihak edaran tersebut, sehingga pada akhirnya berdampak pada kerugian masyarakat sendiri khususnya kalangan perempuan.
"Tadi malam saya masih ngopi di pusat kota bireuen. Dari jam 22:00 sampai jam 00:30. Saya sempat bertanya pada beberapa pengunjung mengenai keberadaan peraturan ini. kebetulan mereka belum tau. Begitu juga pekerja disana. Bisa saja setelah peraturan ini beredar akan muncul inisiatif dari anggota masyarakat untuk menterjemahkan secara sepihak edaran tersebut. Dimana dikhawatirkan nantinya akan merugikan masyarakat sendiri khususnya perempuan. Selama ini Kita sendiri sudah melihat bagaimana peraturan sejenis yang diterapkan menyasar langsung kalangan perempuan. Bahkan tidak jarang terjadi kekerasan dan pada akhirnya merugikan masyarakat ekonomi lemah" pungkas Calon Anggota Legislatif Dapil 3 Bireun dari Partai Aceh ini
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Bireun mengeluarkan aturan standarisari warung kopi sesuai Syariat Islam yang berisikan 14 poin dan di edarkan sejak Senin 3 September 2018. Dalam salah satu poin, laki-laki dan perempuan haram makan dan minum satu meja, kecuali bersama muhrimnya. (AP)