Selasa, 02 September 2025
Beranda / Berita / Aceh / Aliansi Rakyat Aceh Desak DPRA Deklarasi Penolakan Batalion Baru di Aceh

Aliansi Rakyat Aceh Desak DPRA Deklarasi Penolakan Batalion Baru di Aceh

Senin, 01 September 2025 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Koordinator Laskar Cut Nyak Dien, Indah Pinta Sari. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ribuan massa dari berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Aceh memadati halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Senin (1/9/2025).

Aksi damai tersebut berlangsung kondusif sejak duhur diwarnai dengan orasi bergantian dari perwakilan mahasiswa, tokoh masyarakat, hingga aktivis perempuan yang menyuarakan keresahan rakyat Aceh.

Aliansi Rakyat Aceh datang dengan sederet tuntutan yang mereka sebut sebagai agenda reformasi rakyat. Tuntutan itu meliputi reformasi DPR dan Polri, penolakan pembangunan tambahan lima batalyon di Aceh, pengusutan tuntas kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang belum terselesaikan, serta penyelesaian berbagai persoalan pertambangan yang disebut penuh praktik tidak adil dan merugikan masyarakat.

Koordinator Laskar Cut Nyak Dien, Indah Pinta Sari sata dimintai tanggapan oleh media dialeksis.com mengatakan bahwa masyarakat Aceh sudah terlalu lama menunggu janji-janji yang tak kunjung dipenuhi.

“Alhamdulillah, aksi masyarakat Aceh bersama ini berjalan dengan lancar. Aspirasi kita didengar oleh pejabat yang hadir. Namun kami tekankan, yang kami minta bukan sekadar pernyataan di depan publik, tapi realisasi segera. Ketua Dewan bersama seluruh anggota DPR jangan pernah main-main dengan tuntutan rakyat,” ujar Indah di sela-sela aksi.

Salah satu isu paling keras disuarakan adalah terkait rencana penambahan lima batalyon di Aceh.

Menurut massa aksi, kebijakan tersebut justru bertolak belakang dengan semangat damai yang sudah dua dekade dibangun sejak penandatanganan MoU Helsinki pada 2005.

“Tadi Ketua Dewan sempat menyebut penambahan. Itu bukan penambahan, tapi ini adalah penolakan. Kami minta DPR Aceh mendeklarasikan dengan tegas, tidak ada kompromi, bahwa mereka benar-benar menolak batalyon di Aceh. Karena apa? Sudah 20 tahun damai Aceh, tapi wajah Aceh belum sejahtera. Banyak rakyat masih miskin, masih lapar, banyak anak putus sekolah,” tegas Indah.

Ia menambahkan, rakyat bukan hanya butuh simbol perdamaian, melainkan bukti nyata kesejahteraan. “Kalau batalyon yang ditambah, itu hanya menambah ketakutan. Yang harus ditambah di Aceh adalah lapangan kerja, akses pendidikan, layanan kesehatan, dan ruang hidup yang layak untuk rakyat kecil," jelasnya.

Dalam orasinya, Indah juga menyampaikan bahwa massa siap bertahan di halaman DPR Aceh hingga ada langkah konkret dari lembaga legislatif.

“Setelah ini, kami tidak pulang. Kami akan tetap di sini, bermalam kalau perlu. Masyarakat bersama mahasiswa akan nginap di sini sampai ada komitmen nyata. Jangan ada lagi janji-janji kosong, rakyat sudah muak dengan itu,” katanya lantang.

Aksi ini tidak hanya diikuti mahasiswa, melainkan juga masyarakat dari berbagai kabupaten/kota di Aceh. Bendera bulan bintang sempat terlihat berkibar di tengah kerumunan, menjadi simbol suara rakyat yang belum sepenuhnya terwakili.

Indah menegaskan hal itu bukanlah provokasi, melainkan bentuk ekspresi masyarakat yang ingin menyampaikan keresahan mereka.

“Itu bukan soal simbol semata, tapi suara hati masyarakat. Bendera itu hadir karena rakyat merasa belum benar-benar merdeka dalam kesejahteraan. Adik-adik mahasiswa memang inisiator aksi ini, tapi mereka mengajak semua elemen masyarakat untuk turun. Jadi ini bukan hanya gerakan kampus, tapi gerakan rakyat Aceh,” jelasnya.

Selain menolak batalyon baru, aksi juga menyerukan reformasi menyeluruh di tubuh DPR dan Polri. Massa menuntut agar lembaga legislatif di Aceh lebih transparan, berpihak kepada rakyat, serta tidak terjebak dalam praktik politik elitis.

“Kalau DPR hanya jadi alat politik dan lupa rakyat, buat apa ada mereka? Kami datang bukan untuk mendengar alasan, tapi untuk menuntut perubahan nyata. Begitu juga dengan Polri, harus direformasi agar lebih humanis dan profesional,” ujar Indah.

Massa juga mengingatkan agar pemerintah pusat dan daerah serius menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM yang hingga kini belum selesai, baik di Aceh maupun di daerah lain di Indonesia.

Mereka juga menyoroti praktik pertambangan di Aceh yang dinilai merugikan rakyat, merusak lingkungan, dan hanya menguntungkan segelintir pihak.

Aksi yang berlangsung damai ini berakhir menjelang malam, namun ribuan massa masih bertahan di sekitar Gedung DPR Aceh. Mereka menunggu kepastian dari Ketua DPR Aceh dan seluruh anggota dewan mengenai sikap tegas terhadap tuntutan rakyat.

“Hari ini kita sudah berdiri bersama. Jangan pernah anggap enteng suara rakyat. Kalau DPR masih bermain-main, rakyat akan terus datang, lebih banyak lagi. Karena ini bukan soal satu kelompok, ini soal harga diri Aceh dan masa depan generasi kita," pungkasnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Redaksi

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
17 Augustus - depot
sekwan - polda
damai -esdm
bpka