Amiruddin: Tidak Ada yang Mau Bertanggung Jawab terhadap Penanganan Korban HAM
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizki
Amiruddin Al Rahab dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). [Foto: dok. KontraS]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Amiruddin Al Rahab dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan beberapa pandangan terkait penanganan pelanggaran HAM berat di Indonesia sepanjang 2021.
Amiruddin mengatakan, Komnas, tentu keinginannya seluruh peristiwa yang diduga terjadi di dalamnya kejahatan terhadap kemanusiaan/pelanggaran HAM yang berat itu tentu ditindaklanjuti oleh negara via Jaksa Agung secara sepenuhnya. Namun dinamika yang terjadi hampir 21 tahun, tak satupun mampu menghadirkan keadilan. Artinya apa? belum mampu mengoreksi apa yang terjadi sesungguhnya.
"Maka dari itu, kita ingin katakan bahwa langkah yang diambil dari Jaksa Agung itu adalah langkah yang baik untuk hari ini, hasilnya seperti apa kan kita nggak tahu. Jadi saya nggak mau berandai-andai juga untuk itu,” ucapnya saat menjadi pembicara diskusi publik yang digelar KontraS, Senin (6/12/2021) via kanal Youtube KontraS.
Ia menyampaikan, akan seperti apa tim penyidik bekerja? karena dalam UU tidak dikenal dengan yang namanya penyidikan umum. Ia juga mengaku bahwa nggak tahu apa itu penyidikan umum.
“Yang ada hanya penyidik. Dari persoalan sekarang, kita coba untuk bersama-sama mengawalnya, langkah-langkah apa yang diambil oleh Jaksa Agung, apa yang mesti kita kawal,” ujarnya.
Pertama, apakah prosesnya nanti standar dari manusianya memadai atau tidak jika penyelidikan dilakukan, dengan standar kerja HAM tentu dia tidak akan memadai. Proses penyelidikan dan pelanggaran HAM yang berat, itu mengacu pada satu perbuatan yang merupakan the abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan.
“Karena itu inti pokoknya, kejahatan kemanusiaan, maka dari itu kita tunggu saja di Jaksa Agung, apa yang akan dia buat,” jelasnya.
Kedua, ia sampaikan bahwa UU ini sebenarnya sudah sekarat hidupnya, hampir tidak ada yang memperhatikannya.
“Kecuali kita-kita ini. Itupun hampir bosan karena tidak ada langkah majunya. UU ini memang tidak terlalu dihiraukan. Pengalaman sebelumnya, tiga pengadilan HAM belum memberikan keadilan. Mungkin itu yang perlu kita lihat,” sebutnya.
Ketiga, penanganan terhadap korban. Ia melihat selama ini pengadilannya tidak kunjung jalan. Ada asumsi bahwa peristiwanya tidak terjadi.
Ia mengatakan, hal tersebut karena tidak ada yang mau mengambil tanggungjawab, akibatnya Komnas HAM itu sendirian tetapi yang lain mengabaikan.
“Mudah-mudahan UU ini memang perlu diperbaharui, tapi sebelum itu hak korban juga harus dipenuhi. Inilah yang penting juga perlu dibuat oleh pemerintah, karena penyembuhan korban itu perlu ada pemulihan secara baik. Jadi pengadilan nggak jalan, hak korban juga terabaikan. Maka saya mau juga mendorong supaya pemerintah mengambil langkah memulihkan korban. Namun pemulihan korban itu bukan untuk menghilangkan proses tanggungjawab pidananya,” pungkasnya. [AU]