Aparat Penegak hukum Harus Melihat Secara Luas Terhadap Kasus Mafia Tanah
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Mafia Tanah yang masih merajalela di Aceh menjadi suatu perhatian khusus yang memang harus segera diselesaikan.
Koodinator MaTA, Alfian mengatakan, dalam konteks kasus pidana korupsi, kasus mafia tanah ini sudah sering sekali terjadi.
“Misalnya, ketika ada pembebasan lahan oleh pemerintah daerah untuk melanjutkan pembangunan, untuk kebiasaan tanah warga itu dibeli. Artinya yang tahu pertama itu, daerah tersebutningin dibangun ataupun tidak itu adalah pemerintah, baik itu elit politik, baik itu elit birokrasi ataupun para modal,” ucapnya kepada Dialeksis.com, Sabtu (29/1/2022).
Alfian mengatakan, bahwa 3 lingkaran syaitan ini kebiasaan mereka yang mendapatkan keuntungan ketika ada pembebasan lahan oleh pemerintah daerah tersebut. “Jadi biasanya pemerintah daerah meminta kepada pemodal membeli tanahnya dulu nanti baru dijual ke negara, jadi pemodal ini mendapatkan keuntungan dan nanti baru dibagikan dilevel pemerintah,” sebutnya.
Kemudian, Lanjut Alfian, misalnya ada daerah-daerah pembangunan yang itu juga memang dinaungi oleh pemerintah daerah. “Terutama rata-rata pembangunan fasilitas publik, terkadang lokasinya tidak strategis, tapi kenapa dipaksakan, misalnya kita cek, selain mendapatkan keuntungan ekonomi yang lebih besar dari negara, biasanya terkadang pemilik tanah itu juga merupakan para elit politik,” jelasnya.
Selanjutnya, Alfian mengatakan, hampir setiap tahun terjadi pembebasan lahan dengan dalih untuk pembangunan. “Ini sudah menjadi keenakan mencari keuntungan ekonomi dengan dalih pembebasan lahan untuk pembangunan, dan ini juga sangat berpotensi terjadinya Korupsi,” tegasnya.
Menurutnya, ini menjadi sebuah persoalan serius, secara prinsip langkah ataupun praktek elit tersebut sudah jelas-jelas merugikan masyarakat atau pemilik lahan dan merugikan keuangan negara.
“Ini jika kita lihat sudah seperti by desain, makanya ada beberapa kepala daerah yang sebenarnya menjadi tuan tanah (Mafia Tanah),” ujarnya.
Oleh karena itu, kata Alfian, sistem birokrasi itu harus diperbaiki, misalkan ada proses pembebasan lahan di proses perencanaan, lokasi yang tidak strategis untuk pembangunan jangan dipaksakan.
“Contoh seperti jalan tol di Padang Tiji, sampai hari inikan belum selesai, karena apa? Karena ada mafia tanahnya. Oleh karena itu seperti aparat penegak hukum harus melhat sektor ini, apakah pembebesan lahannya sudah benar disektor ini,” sebutnya.
“Walaupun kita tahu secara sistem ada tim 9 yang dibentuk oleh kepala daerah, ada tim penilaian harga tanah misalnya, tapi inikan kong-kalikong (Jelas tidak jelas), karena sistemnya juga tidak transparan terhadap harga kepada pemilik lahan,” tambahnya.
Alfian juga menambahkan, kalau kepala daerahnya saja masih memiliki mental untuk mencari keuntungan dalam hal ini, sampai kapapun ini akan sulit untuk diselesaikan dan dibasmi (Mafia tanah).
“Secara ekternal, aparat penegak hukum, bahwa setiap pembebasan lahan itu harus melihat bahwa tidak ada indikasi korupsi, jangan menunggu ketika sudah muncul, jangan pula memihak pada pemodal atau pemegang kekuasaan. Harus meilhat dulu akar masalahnya ini dimana munculnya, jangan terkesan pemilik lahan itu selalu yang dirugikan, jadi harus adanya sebuah hitam dan putih terhadap hal ini secara sah,” pungkasnya. [ftr]