Aryos Nivada: Mutasi yang Dilakukan Wali Kota Subulussalam Ilegal
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wali Kota Subulussalam Merah Sakti memutasi 55 pejabat struktural di lingkungan Pemerintahan Kota Subulussalam. Mutasi tersebut ditetapkan melalui Surat Keputusan Wali Kota Subulussalam nomor 821.2/090/75.020.3/2018 tanggal 29 Oktober 2018.
Keputusan Merah Sakti itu kemudian menuai polemik, pasalnya para pejabat yang dimutasi menolak karena dinilai bertentangan dengan surat edaran Menteri Dalam Negeri nomor 821/5476/SJ tanggal 3 Agustus 2018 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Tertulis Menteri Dalam Negeri Untuk Pergantian Pejabat Oleh Bupati/Wali Kota, Pelaksana Tugas dan/atau Penjabat Bupati/ Wali Kota.
Atas Dasar itu, pada Jumat (2/11) para pejabat yang dimutasi mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten dan digelar rapat dengan pendapat. Dalam rapat itu, DPRK sepakat untuk mengajukan Hak Angket dengan memanggil Wali Kota, menyurati Mendagri dan Gubernur Aceh atas kesewenang-wenangan itu.
Menanggapi hal itu, Pengamat Politik dan Keaman Aceh, Aryos Nivada mengatakan elit politik atau pemenang pilkada tidak dibenarkan melakukan manuver yang melanggar Undang-undang dan peraturan yang mengikat terkait pemberhentian perangkat pelaksana pemerintah jika tidak sesuai aturan. Menurutnya. dalam pemberhentian SKPK harus mengikuti prosedur yang ditentukan oleh Permendagri maupun aturan lainnya.
Dikatakan Aryos, terkait mutasi yang dilakukan Wali Kota Subulussalam itu bisa dikatakan ilegal, kerena sebelumnya Wali Kota sudah menyurati Mendagri dan meminta persetujuan untuk melaksanakan Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Kota Subulussalam.
Tetapi Kementerian Dalam Negeri melalui Dirjen Otda pada tanggal 18 September menanggapi surat tersebut dan meminta agar Pelaksanaan Seleksi Terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Kota Subulussalam ditunda.
"Namun surat Mendagri itu diabaikan, Wali Kota justru langsung memutasi sejumlah pejabat eselon, ini patut dipertanyakan ada apa dengan Wali Kota," kata Aryos.
Dikatakan Aryos, bila tidak tidak mematuhi aturan yang ada maka dapat diberikan sanksi berat oleh pemerintah pusat. Hal itu kata dia, sama seperti yang terjadi dengan Kabupaten Kepulauan Talaud. Dimana Bupati Sri Wahyumi Manalip (SWM) diminta segera membatalkan Surat Keputusan (SK Bupati) mutasi pejabat di lingkup Pemkab Talaud karena tak sesuai aturan. Mendagri bahkan mengancam bila tidak dilakukan maka Sri Wahyumi Manalip akan dipecat dari jabatannya.
Dilansir Jambi Center.com, Direktorat Jendral Otonomi Daerah (Ditjen Otda) Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia menegaskan kepada Kepala Daerah baik Gubernur, Bupati dan Walikota dilarang melakukan mutasi,rotasi dan menonjobkan ASN tanpa mengikuti proses peraturan yang berlaku.
"Mutasi dan rotasi sudah diatur dalam UU ASN Nomor 5 Tahun 2014. Seluruh Kepala Daerah harus mengikuti aturan yang berlaku. Jangan sampai ada ASN di nonjokbkan tanpa adanya temuan pelanggaran disiplin dan hukum,"jelas Soni Sumarsono, Jumat (27/7) lalu.
Soni Sumarsono menegaskan apabila ada kepala daerah yang melakukan mutasi,rotasi dan menonjobkan ASN tanpa mengikuti prosedur tidak akan diberikan ijin.
"Tidak diijinkan politik balas dendam maupun balas jasa. Apabila mutasi dan rotasi ASN didasari politik balas dendam, maka Ijin tertulis tidak akan kami keluarkan," tegas Sumarsono.