Audit Investigasi Mendesak, MaTA Pertanyakan Pengawasan BPKP di PON XXI
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Alfian, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA).[Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024 masih menjadi sorotan tajam terkait dugaan masalah dalam pengelolaan anggaran, khususnya pada pengadaan makanan bagi atlet dan kontingen.
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), melalui Koordinatornya Alfian, mendesak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk segera melakukan audit investigasi terhadap pengadaan makanan yang dinilai sarat masalah.
Menurut Alfian, pengelolaan keuangan selama pelaksanaan PON harus dilakukan dengan cermat dan transparan, sesuai mandat BPKP.
Namun hingga saat ini, MaTA belum melihat langkah konkret dari BPKP, terutama dalam menindaklanjuti desakan audit investigasi terkait pengadaan makanan yang mencuat menjadi permasalahan besar dan mendapat perhatian publik.
“Kita sangat kecewa karena BPKP belum melakukan audit investigasi terhadap pengadaan makanan yang jelas-jelas bermasalah. Banyak fakta menunjukkan makanan yang diberikan kepada atlet itu tidak layak konsumsi. Ada makanan yang basi, bahkan berulat, termasuk pada saat upacara pembukaan yang dihadiri Presiden Jokowi,” ujar Alfian kepada media dialeksis.com, Jumat (20/9/2024).
Alfian menyatakan bahwa salah satu masalah utama dalam pelaksanaan PON adalah kualitas makanan yang disediakan tidak sebanding dengan anggaran yang dialokasikan.
Berdasarkan temuan MaTA, pengadaan makanan yang mencapai nilai Rp 42,3 miliar terindikasi memiliki harga yang terlalu mahal jika dibandingkan dengan kualitas yang diberikan.
“Kita menemukan bahwa anggaran untuk makanan ini sangat mahal, namun kualitasnya tidak sesuai. Selain itu, banyak makanan yang basi dan tak layak konsumsi. Ini tidak hanya merugikan atlet, tetapi juga menunjukkan adanya pengelolaan yang buruk. Kami menduga ada indikasi korupsi dalam pengadaan ini, dan BPKP perlu segera mengambil langkah,” tambah Alfian.
Koordinator MaTA ini juga menyoroti bagaimana buruknya distribusi makanan selama PON, yang menyebabkan kekacauan di lapangan.
"Masalah ini bukan terjadi satu atau dua hari. Seharusnya, BPKP sebagai pengawas sudah tahu. Pengawasan yang mereka lakukan tidak berjalan dengan baik jika melihat fakta di lapangan,” ujarnya.
Menurut Alfian, masalah seperti ini bukanlah hal baru dalam pelaksanaan PON. Ia merujuk pada PON di Papua dan Riau yang sebelumnya juga bermasalah dalam hal pengelolaan anggaran, di mana beberapa pejabat akhirnya divonis bersalah karena tindak pidana korupsi.
“Kita khawatir kasus serupa akan terjadi di PON Aceh-Sumut ini jika tidak ada tindakan tegas dan transparansi dari BPKP,” imbuhnya.
MaTA menegaskan bahwa tekanan publik terhadap BPKP sangat penting dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas selama pelaksanaan PON.
Alfian berharap BPKP tidak resisten terhadap desakan untuk melakukan audit investigasi yang lebih mendalam terhadap kasus pengadaan makanan ini.
“Jika BPKP tidak segera bertindak, ada kemungkinan lembaga pengawas ini bermain mata dengan pihak-pihak tertentu. Publik sudah gerah dengan masalah ini, dan kami tidak ingin PON Aceh-Sumut berakhir dengan skandal seperti PON-PON sebelumnya. Kami akan terus mendesak agar BPKP mengambil langkah yang konkret dan transparan,” tutupnya. [nh]