DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Momentum Idul Adha 1446 Hijriah menjadi sangat bermakna bagi kelompok disabilitas di Banda Aceh dan sekitarnya.
Berkat inisiatif dua pemuda Aceh, Bayu Satria dan Zulfadli Aldiansyah -- yang akrab disapa Aldi -- sebanyak 50 penyandang disabilitas dari berbagai ragam menerima daging qurban secara langsung di rumah mereka.
Kegiatan ini bermula dari rutinitas tahunan Bayu dalam berqurban. Namun, tahun ini terasa berbeda ketika Bayu berdiskusi dengan Aldi mengenai kemungkinan melakukan qurban secara bersama. Ide ini muncul tak lama setelah Aldi menerima hadiah seekor kambing dari para pengikutnya di platform TikTok, sebagai bentuk apresiasi atas konten positif dan inspiratif yang ia bagikan.
Mereka sepakat untuk menyumbangkan kambing tersebut dan menginisiasi qurban yang ditujukan khusus kepada kelompok disabilitas.
Tak berhenti di situ, Bayu dan Aldi kemudian menyebarkan ajakan terbuka melalui media sosial dan lingkaran pertemanan. Tak disangka, respons yang datang begitu antusias. Dalam waktu singkat, dua ekor kambing tambahan disumbangkan oleh para donatur dari Jakarta dan Aceh Besar. Dengan total empat ekor kambing, kegiatan qurban ini akhirnya bisa menjangkau lebih banyak penerima manfaat.
Proses penyembelihan dilakukan langsung di peternakan, untuk menjamin kebersihan dan kenyamanan hewan qurban. Setelah itu, daging dibungkus dan diantarkan ke rumah masing-masing penerima. Yang menarik, proses distribusi ini juga dilakukan dengan melibatkan mitra pengemudi ojek online dari komunitas Tuli, menjadikan kegiatan ini tak hanya bersifat simbolik, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi inklusif.
Sebanyak 50 penerima manfaat terdiri atas 11 penyandang disabilitas fisik; 17 disabilitas Tuli; 2 penyandang disabilitas Netra; 15 disabilitas intelektual; 2 disabilitas ganda; dan 3 pendamping/keluarga.
Suara dari Para Penggerak dan Penerima
Menurut Bayu Satria, makna qurban tahun ini bukan hanya tentang ritual ibadah, tetapi tentang pesan keadilan sosial dan pemberdayaan kelompok marjinal.
“Selama ini disabilitas selalu dianggap sebagai penerima manfaat saja. Saya dan Bang Aldi ingin menyampaikan pesan ke publik bahwa jika disabilitas diberi ruang, kepercayaan, dan dukungan, maka bukan hal mustahil bagi kami untuk juga bisa berqurban dan berbagi,” ujar Bayu dalam keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu (7/6/2025).
Senada dengan Bayu, Aldi menjelaskan bagaimana media sosial dapat menjadi ruang untuk menyebarkan kebaikan dan solidaritas.
“Inisiasi ini awalnya hanya kami berdua. Tapi kemudian dua kambing lagi datang dari hamba Allah di Jakarta dan Aceh Besar. Ini bukti bahwa teknologi, jika digunakan dengan bijak, bisa menjadi alat untuk menyebar nilai positif dan mengajak banyak orang melakukan kebaikan.” ungkap Aldi.
Rikal, seorang mitra ojek online dari komunitas Tuli yang ikut mendistribusikan daging qurban, menyampaikan rasa bangganya.
“Saya sebagai Tuli merasa senang bisa dilibatkan dalam kegiatan qurban untuk sesama disabilitas. Ini bukan hanya soal berbagi daging, tapi juga tentang rasa percaya, saling membantu, dan kebersamaan. Harapan saya, kegiatan seperti ini terus diadakan dan dikembangkan,” ujar Rikal.
Masamah, seorang disabilitas dan pengajar anak-anak disabilitas, juga menyambut hangat kegiatan ini.
“Tiga hari lalu saya dikabari bahwa dek Bayu ingin berqurban dan membagikan kepada sesama disabilitas. Saya sangat senang, apalagi anak-anak didik saya juga merasakan manfaatnya. Alhamdulillah kami bisa ikut merayakan Idul Adha dengan penuh sukacita,” ungkapnya.
Qurban yang Inklusif dan Bermakna
Kegiatan ini menjadi contoh konkret bagaimana nilai-nilai agama dan kemanusiaan bisa berjalan beriringan secara inklusif. Qurban tidak hanya sebatas pada simbol penyembelihan hewan, tapi juga menjadi sarana menyampaikan pesan solidaritas, penghargaan terhadap martabat kelompok disabilitas, dan dorongan pemberdayaan komunitas.
Melalui pendekatan berbasis komunitas dan pemanfaatan teknologi, Bayu dan Aldi berhasil membuktikan bahwa kolaborasi kecil dapat menciptakan dampak besar. Dengan keterlibatan langsung para disabilitas sebagai penerima sekaligus pelaku, gerakan ini menjadi ruang bagi penyandang disabilitas untuk menunjukkan kapasitas dan kontribusinya di tengah masyarakat.
Di tengah hiruk pikuk perayaan Idul Adha 1446 H, kegiatan qurban untuk disabilitas ini menjadi pengingat bahwa setiap orang, tanpa kecuali, layak dirayakan dan diberi ruang untuk bermakna. [*]