Bea Cukai Aceh Sebut Banyak Pelabuhan Ilegal Tak Terdeteksi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Safrizal S
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bawang menjadi komoditi barang penyelundupan paling besar yang berhasil digagalkan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Aceh di tahun 2018. Bawang tersebut kemudian dihibahkan kepada masyarakat lokal berdasarkan keputusan Bea Cukai Pusat yang berkantor di Jakarta.
Hal tersebut disampaikan Kepala Direktorat Jendral Bea Cukai (DJBC) Kantor Wilayah Aceh Ronny Rosfyandi, pada pertemuan dengan para wartawan di Na Coffee, Lamteumen, Banda Aceh, dalam acara Bincang Santai dengan tema "Haba Rakan Bea Cukai – Bea Cukai Aceh Dalam 2018", Selasa (15/1).
"Dari pada dimusnahkan, masih banyak manfaatnya bagi masyarakat, kita usulkan untuk hibah ke Pusat. Alhamdulillah dari Pusat juga melihat dengan fokus yang sama kita (Bea Cukai Aceh) disini, kita hibahkan," ujar Ronny, Selasa (15/1) di Na Coffe, Banda Aceh.
Ronny menjelaskan akan terus melakukan diskusi intens dengan Dinas Perindustrian dan Pemerintah Daerah terkait dengan pengaruh positif dan negatif dari penghibahan tersebut dimasyarakat.
Ronny menambahkan, besarnya penyelundupan yang terjadi di perairan Aceh tidak lepas dari banyaknya jumlah pelabuhan ilegal yang tidak terdekteksi oleh pihaknya.
Kesejahteraan masyarakat yang belum terpenuhi juga diklaim menjadi penyebab. Masyarakat disekitar pantai dikatakan banyak menguasai titik jalur masuk. Oleh sebab itu, pihaknya terus berupaya bekerja dari dua arah, tidak hanya soal tindak kejahatan namun peningkatan dari masyarakat juga perlu dilakukan.
"Pelabuhan yang tidak terdeteksi inilah yang jadi masalah. Sebenarnya begini, bila masyarakat dititik-titik ini sudah tercapai kesejahteraannya, saya percaya, orang mana mau sih pusing-pusing dengan kegiatan seperti ini, kalau memang dia secara ekonomi, kesejahteraan sudah terpenuhi," sebut Ronny
Ronny juga memaparkan fokus sementara DJBC Aceh di tahun 2019 masih sama seperti tahun sebelumnya. Dikatakan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Pusat dan Pemda setempat terkait dengan barang-barang yang mempengaruhi keadaan okonomi serta kemajuan pembangunan di Aceh.
"Kadang-kadang kalau tidak dikomunikasikan dengan pusat, mereka melihat dengan kacamata yang beda, yang ada yang kita peroleh friksi (perbedaan pendapat), sana melihat dengan yang beda, sini juga jadi melihat beda, ini yang mau kita komunikasikan," imbuhnya.
Disamping itu, daerah khusus yang menjadi pantauan DJBC Aceh dikatakan meliputi Langsa dan Lhokseumawe. Menurutnya, kepentingan orang dari luar Aceh terhadap dua daerah ini sangat tinggi sekali.
"Justru bukan orang Aceh, orang diluar Aceh yang penting sama titik ini. Ya boleh dibilang daerah tetangga lah. Daerah tetangga penting sekali dengan pelabuhan ini," pungkasnya. (saf)