kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Bedah Isi Perppu Ciptaker, Serikat Pekerja di Aceh Juga Protes Soal Pengaturan Upah

Bedah Isi Perppu Ciptaker, Serikat Pekerja di Aceh Juga Protes Soal Pengaturan Upah

Senin, 02 Januari 2023 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Sekretaris DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh, Edy Jaswar. [Foto: Istimewa]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penerbitan Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) turut mengundang kontroversi. Kalangan buruh di Indonesia kompak menolak aturan pengganti undang-undang tersebut. 

Penolakan terjadi dimana-mana, tak terkecuali di Provinsi Aceh. Sekretaris DPW Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Aceh, Edy Jaswar mengatakan, setelah dikurasi dan dibaca isi Perppu Ciptaker tersebut, sedikitnya ada delapan item yang menurut serikat pekerja perlu dikritisi kembali.

Diantaranya, kata dia, tentang penetapan upah, yang mana di dalam Perppu tersebut mengatur bahwa upah minimum yang diwajibkan hanya Upah Minimum Provinsi (UMP), sedangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tidak ada kewajiban ditentukan oleh gubernur.

Kemudian, lanjut dia, hal lain yang turut mengundang kontroversi dari penetapan UMP ialah penetapan upah minimum ini dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan ditambah dengan “indeks tertentu”.

Saat ditanya dengan tambahan tersebut, Edy Jaswar mengaku tak mengetahui apa itu “indeks tertentu” yang dimaksud. Bahkan menurut serikat buruh, perhitungan UMP tak perlu harus ditambah dengan “indeks tertentu”.

“Kita tidak sepakat harus pakai ‘indeks tententu’. Kita lebih sepakat kalau perhitungan UMP itu berdasarkan perhitungan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan ditambah dengan survei kelayakan hidup,” ujar Edy Jaswar kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Senin (2/1/2023).

Lebih lanjut, Edy mengungkapkan bahwa di dalam Perppu Ciptaker ini upah minimum sektoral (UMSK) juga dihilangkan. Seharusnya, kata Edy, upah minimum sektoral tidak boleh dihapus, karena tidak bisa disamakan dengan UMP.

“Katakanlah semisal di sebuah kabupaten/kota itu terdapat industri, kan nggak mungkin disamakan gajinya. makanya kita tidak sepakat terkait dengan penghapusan upah minimum sektoral ini,” ungkapnya.

Hal terparah menurut Edy ketika membedah isi Perppu Ciptaker ini ialah soal formulasi perhitungan upah minimum yang boleh tidak berdasarkan aturan dalam keadaan tertentu.

“Bagian ini sangat kacau menurut kita. Ambil contoh bencana Covid-19 kemarin, pemerintah bisa mengatur sendiri upah tanpa indikator dari ketentuan yang ada, kan kacau sekali. Padahal ketika kondisi pandemi terjadi, tidak semua sektor ekonomi itu terdampak,” tuturnya.

Edy Jaswar yang juga Anggota Dewan Pengupahan Provinsi Aceh menyebut bahwa secera general Perppu Ciptaker ini, khususnya di bagian pengupahan, tidak jauh berbeda dengan UU Cipta Kerja kemarin.

Bahkan Edy menilai pemerintah seperti bermain-main ketika menerbitkan Perppu Ciptaker dengan isi mirip-mirip dengan UU Cipta Kerja yang mana di dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyebutkan bahwa UU tersebut inkonstitusional bersyarat.

“Inkonstitusional bersyarat ini kan tidak sesuai dengan perundang-undangan kita. Nah, ternyata Perppu Ciptaker ini isinya hampir mirip dengan UU yang dinyatakan inkonstitusional. Makanya sangat kita sayangkan,” ucapnya.

Sesama serikat pekerja, Edy menyebut, dirinya bersama dengan teman-teman serikat pekerja lainnya akan terus melakukan upaya, baik secara hukum maupun non-hukum.

“Kita akan aktif melakukan langkah-langkah, kita akan lakukan berbagai upaya, baik secara hukum maupun non hukum seperti audiensi dan sebagainya,” pungkasnya.(Akh)

Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda