Begini Penjelasan Psikolog Soal Survei Indeks Kebahagiaan 2021
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Psikolog Aceh, Nur Janah AlSharafi Nitura. Dok. Pribadi
DIALEKSIS.COM | Aceh - Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis Indeks Kebahagiaan 2021 pada Senin, 27 Desember 2021. Hasilnya, Indeks Kebahagiaan di Indonesia pada 2021 mengalami peningkatan dibanding 2017, yakni dari 70,69 menjadi 71,49 dari skala 0-100.
Dilansir dari bps.go.id, BPS telah melakukan kajian tentang tingkat kebahagiaan sebanyak tiga kali, yakni 2014, 2017, dan 2021. Adapun tujuan dilakukannya kajian Indeks Kebahagiaan ini adalah sebagai ukuran pembangunan yang bersifat subjektif.
Psikolog Senior Aceh, Dra. Nur Janah Alsharafi, Psikolog, MM, Cht atau lebih dikenal Nur Janah Nitura mengatakan, Indeks Kebahagiaan tersebut pada asasnya merupakan persepsi responden terhadap apa yang dialami dalam kehidupannya.
Adapun, aspek yang diukur dalam indeks kebahagiaan itu ada 3 yaitu : kepuasan hidup (life satisfaction), dimensi perasaan (Affect) , dimensi makna hidup (Eudaimonia).
“Dimensi kepuasan hidup sendiri ada 2 yaitu Kepuasan hidup personal dan kepuasan hidup sosial,” ujar Nur Janah yang juga Ketua Majelis Himpsi Wilayah Aceh.
Survey BPS di 2021 menunjukkan bahwa provinsi terbahagia adalah Maluku Utara dengan indeks 76,34.
Nur Janah menjelaskan, mesti dipahami Indeks itu adalah upaya pengukuran kesejahteraan subyektif. Adapun indikator obyektif antara lain pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran, tingkat kriminalitas dll.
“Indikator subyektif diperlukan sebagai validasi indikator obyektif. Indeks kebahagiaan ini sekaligus merupakan bentuk konfirmasi masyarakat terhadap kinerja pembangunan,” jelasnya lagi.
Indeks Kebahagiaan untuk provinsi Aceh tahun 2014 adalah 67,48. Tahun 2017 = 71,96 dan pada 2021= 71,24. Untuk tahun 2021 Aceh berada dibawah rata-rata nasional yaitu 71,49.
“Sebenarnya dari kriteria angka diatas 70 sudah termasuk tinggi. Artinya dari levelnya sebenarnya IK Aceh tidak turun karena masih berada pada level yang sama (yaitu tinggi),” terangnya.
Namun, kata dia, perlu pula dicermati bahwa responden dalam survey ini adalah kepala rumah tangga dan pasangannya. Sehingga angka tersebut secara riil menunjukkan persepsi kepala rumah tangga dan pasangannya terhadap kebahagiaan. Akan sangat menarik jika kemudian juga ada survey tentang indeks kebahagiaan remaja misalnya.
“Penurunan angka itu juga dapat kita kaitkan dengan situasi pandemi covid-19,” katanya.
Direktur Psikodista Konsultan itu menjelaskan beberapa indikator indeks kebahagiaan. Domain 1, kepuasan hidup personal (pendidikan & ketrampilan, pekerjaan/pendapatan, kesehatan, fasilitas dan kondisi rumah ). Kepuasan hidup sosial: keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, hubungan sosial, keadaan lingkungan, kondisi keamanan.
Domain 2, afeksi atau perasaan yaitu perasaan gembira, perasaan tidak cemas, perasaan tidak tertekan. Domain 3, makna hidup yaitu penerimaan diri, pengembangan diri.
“Jika kita tahu data per komponennya akan lebih mudah bagi kita untuk membedah, mencari penyebab dan selanjutnya mendesain program intervensi yang tepat untuk meningkatkan kebahagiaan masyarakat,” kata ia menjelaskan.
Dari 10 provinsi terbahagia versi BPS justru tak ada 1 pun yang dari pulau Jawa. Hal ini juga menunjukkan bahwa gemerlap kota tak menjamin bahagia. Karena persoalan bahagia lebih kepada afeksi dan bukan sesuatu yang bendawi semata.
Dari berbagai definisi kebahagiaan, Ahli Psikolog Seligman mengatakan bahwa kebahagiaan sebagai kondisi psikologi positif, dimana seseorang mempunyai emosi positif berupa kepuasan hidup, pikiran dan perasaan positif akan kehidupan yang dijalaninya.
“Mari kita cermat menyikapi hasil survey tersebut, sehingga kita tak terjebak dengan indeks yang menurun. Namun kita perlu mencari apa yang membuat masyarakat kita bahagia,” pungkasnya.