kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / BI dan Dekranasda Bahas Sinergi Program Pengembangan Industri Kreatif di Aceh

BI dan Dekranasda Bahas Sinergi Program Pengembangan Industri Kreatif di Aceh

Kamis, 30 Agustus 2018 22:03 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kantor BI Provinsi Aceh kedatangan tamu istimewa pada Senin, 27 Agustus 2018. Wakil Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Aceh yang juga merupakan istri Plt. Gubernur Aceh, Dyah Erti Idawati, beserta jajarannya berkunjung untuk berdisuksi membahas sinergi program pengembangan UMKM yang bergerak di sektor industri kreatif antara BI Provinsi Aceh dan Dekranasda Aceh, termasuk tantangan dan kendala yang perlu dihadapi bersama.

Kepala BI Provinsi Aceh, Zainal Arifin Lubis, menyambut baik kunjungan tersebut dan berharap melalui koordinasi yang terjalin baik antara BI Provinsi Aceh dan Dekranasda Aceh, maka upaya pengembangan UMKM di sektor industri kreatif yang merupakan salah satu sumber ekonomi baru dapat lebih optimal dan memberikan dampak positif bagi masyarakat. "UMKM, khususnya yang bergerak di industri kreatif, dapat mendukung penyerapan tenaga kerja, meningkatkan potensi budaya dan pariwisata, sekaligus menjaga kelestarian citra budaya daerah," ujar Arifin.

Pada kesempatan tersebut, Arifin juga menyampaikan bahwa selama ini BI melalui kantor perwakilannya di seluruh Indonesia memiliki program pengembangan UMKM, khususnya UMKM yang mendukung ketahanan pangan dan UMKM unggulan daerah, termasuk yang bergerak di industri kreatif. Program pengembangan UMKM tersebut diwujudkan dengan pembentukan klaster ketahanan pangan, klaster UMKM unggulan daerah, dan program Wirausaha BI (WUBI). Pengembangan UMKM berbasis klaster merupakan konsep pembinaan yang dilakukan BI dengan mengembangkan sekelompok UMKM yang beroperasi pada sektor/sub sektor yang sama atau konsentrasi UMKM yang memiliki keterkaitan dari hulu ke hilir. Pembinaan yang dilakukan meliputi pemberian bantuan teknis berupa pelatihan, pendampingan, maupun studi banding. Selanjutnya, pembinaan juga dilaksanakan dengan memberikan bantuan sarana dan prasarana produksi serta peningkatan akses pembiayaan dan akses pemasaran bekerja sama dengan pemerintah dan instansi terkait lainnya.

Di wilayah Aceh, BI Provinsi Aceh telah melakukan pengembangan UMKM di berbagai kabupaten/kota antara lain melalui pembentukan klaster klaster bawang merah di Kab. Pidie, klaster cabai merah dan sapi di Kab. Aceh Besar, klaster pengrajin tas sulaman khas Aceh di Kab. Aceh Besar), serta WUBI untuk berbagai produk makanan, kerajinan, dan fashion (a.l. kopi, cokelat, minyak pret, dan kerajinan rotan). Khusus untuk industri kreatif, pada tahun ini BI Provinsi Aceh juga mulai merintis pembinaan kepada UMKM pengrajin tenun songket khas Aceh. Selain itu, BI Provinsi Aceh juga telah melakukan penelitian Komoditas/Produk/Jasa Unggulan (KPJU) untuk seluruh kabupaten/kota di Provinsi Aceh yang hasilnya diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam mengembangkan KPJU di daerahnya. "Berbagai upaya pengembangan UMKM yang dilakukan oleh BI Provinsi Aceh diharapkan dapat menjadi percontohan, sehingga dapat mendorong replikasi di daerah lainnya,"imbuhnya.

Lebih lanjut Arifin menjelaskan mengenai contoh konkrit upaya pengembangan UMKM oleh BI Provinsi Aceh, khususnya di sektor industri kreatif. Pada tahun ini, BI Provinsi Aceh melakukan pembinaan klaster pengrajin tas sulaman khas Aceh yang difokuskan pada peningkatan akses pemasaran domestik dan internasional. Beberapa program yang dilaksanakan antara lain, pendampingan oleh tenaga ahli untuk rebranding produk, fasilitasi pembuatan sarana dan prasarana promosi, serta fasilitasi untuk berpartisipasi dalam Pameran Karya Kreatif Indonesia (KKI) di Jakarta, Pameran Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Regional Sumatera di Lampung, Pameran Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke 7, dan New York Now Exhibition 2018.  

Sementara itu, Dyah Erti Idawati, menyampaikan bahwa Dekranasda Aceh juga memiliki program pengembangan UMKM, khususnya di sektor industri kreatif, yang selaras dengan program BI Provinsi Aceh. Ke depan, Dyah berharap program tersebut dapat disinergikan dengan program BI Provinsi Aceh, sehingga dampaknya bagi masyarakat menjadi lebih besar. Adapun salah satu program yang dapat disinergikan yaitu program pengembangan tenun songket dan batik Aceh. Disamping itu, Dyah juga menyoroti beberapa tantangan dan kendala yang perlu dihadapi oleh Dekranasda Aceh dan BI Provinsi Aceh secara bersama-sama, antara lain terkait berkurangnya minat masyarakat, khususnya pemuda, untuk menenun.

"Oleh karena itu, perlu dipikirkan upaya untuk mendorong minat masyarakat terhadap tenun, antara lain dengan memanfaatkan media sosial sebagai media untuk mempromosikan budaya menenun," ujarnya. (rel)

Keyword:


Editor :
Sammy

riset-JSI
Komentar Anda