BI Dukung Penuh Industri Kreatif Aceh Melalui Sinergi Program Bersama Dekranasda
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Aceh Timur - Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, Zainal Arifin Lubis menghadiri pertemuan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Dekranasda Aceh, Rabu (14/11) di Kantor DPRK Aceh Timur.
Rapat tersebut merupakan agenda tahunan Dekranasda Aceh yang bertujuan untuk mengevaluasi program yang telah dilaksanakan selama satu tahun sekaligus mendiskusikan program-program yang akan dilaksanakan pada periode ke depan. Tema Rakerda tahun ini "Melalui Inovasi, kreatifitas, dan sinergitas kita tingkatkan kualitas kerajinan daerah".
Bank Indonesia diundang untuk memberikan paparan terkait program kemitraan dan dukungan pembiayaan perbankan kepada industri kreatif di Aceh. Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Aceh hadir langsung untuk menjelaskan kepada pengurus Dekranasda se-Aceh.
Pada paparannya, Zainal Arifin Lubis menyampaikan bahwa permasalahan industri kreatif yang mayoritas masih bersifat industri rumahan adalah permasalahan permodalan dan pemasaran. Permodalan menjadi hambatan bagi UMKM dalam menjalankan bisnis maupun untuk mengeskalasi bisnis. Selain itu, pemasaran jaringan pemasaran yang minim juga menjadi kendala tersendiri bagi para pelaku industri kreatif.
Menjawab permasalahan tersebut, Kepala Perwakilan BI Aceh menjelaskan bahwa sebagai regulator, Bank Indonesia sejak tahun 2012 telah menerbitkan ketentuan, yaitu Peraturan Bank Indonesa (PBI) No. 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan Oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang diubah menjadi No.17/12/PBI/2015, bahwa peraturan tersebut bertujuan untuk mewajibkan perbankan untuk menyalurkan pembiayaan/kredit kepada UMKM minimal 20% dari total kredit/pembiayaan. Peraturan tersebut sebagai upaya agar UMKM dapat mengakses pembiayaan secara proper sehingga bisnis yang dijalankan dapat berkembang. Ketentuan tersebut juga menjadi salah satu langkah BI untuk meningkatkan peran perbankan dalam membiayai sektor riil UMKM.
"Di samping itu, BI juga secara aktif melakukan program-program untuk meningkatkan akses keuangan serta inklusi keuangan. Beberapa program antara lain, fasilitasi credit rating, optimalisasi pelaksanaan sistem resi gudang, pemanfaatan SHAT, mendorong program KUR, melakukan pelatihan keuangan kepada UMKM agar bankable," tuturnya.
Permasalahan lain yaitu akses pemasaran masih terbatas serta kemitraan/kelembagaan yang belum kuat di industri kreatif. Mayoritas para pelaku industri kreatif di Aceh masih menggunakan cara-cara pemasaran tradisional, sehingga perlu ada upaya kepada pelaku industri ini untuk melakukan pemasaran menggunakan teknologi seperti market place atau media sosial. Dengan begitu, jaringan pemasaran pelaku industri kreatif akan lebih luas.
Bank Indonesia melalui beberapa program juga turut membantu untuk meningkatkan kapasitas UMKM khususnya mengenai kelembagaan. Bank Indonesia juga menyampaikan komitmen untuk bersinergi dengan berbagai pihak termasuk dekranasda Aceh guna memajukan industri UMKM.
"Industri kreatif diharapkan dapat menjadi salah satu penopang ekonomi Aceh yang memiliki kekayaaan potensi industri kreatif yang sangat besar serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh," harapnya. (ah)