BMA Punya Peluang Besar Berkontribusi Turunkan Angka Kemiskinan di Aceh
Font: Ukuran: - +
Diskusi Kelompok Terpimpin (DKT) Pendalaman Praktik Implementasi Pendanaan Alternatif di Daerah, khususnya praktik baik kolaborasi pemanfaatan dana zakat, infak, wakaf (ZISWAF) dalam mendukung pembangunan daerah di Aceh, Rabu (18/10/2023). [Foto: dok. BMA]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Pimpinan Baitul Mal Aceh (BMA), Khairina ST, menjadi narasumber dalam Diskusi Kelompok Terpimpin (DKT) Pendalaman Praktik Implementasi Pendanaan Alternatif di Daerah, khususnya praktik baik kolaborasi pemanfaatan dana zakat, infak, wakaf (ZISWAF) dalam mendukung pembangunan daerah di Aceh.
Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Eksekutif Bappeda Aceh, Rabu (18/10/2023) itu diprakarsai oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan diikuti oleh perwakilan dari Bappenas, Bappeda, BMA, BAZNAS RI, Dinas Sosial Aceh, Dinas Syariat Islam Aceh, Biro Perekonomian Setda Aceh, dan pemangku kepentingan lainnya, baik secara langsung maupun daring via zoom.
Acara dibuka oleh Kepala Bappeda Aceh, Dr. H. Teuku Ahmad Dadek, SH, MH, yang memaparkan materi dengan judul "Potensi dan Tantangan Sinergi Pemanfaatan ZISWAF dalam Mendukung Pembangunan di Aceh". Ia mengatakan bahwa zakat dan infak telah menjadi dana alternatif yang bermanfaat untuk pembangunan Aceh selama ini dan berpotensi untuk dikembangkan di masa mendatang.
Khairina kemudian menguraikan tentang peran BMA dalam mendukung pembangunan daerah.
"Sebagai lembaga pemerintah yang bersifat independen dalam mengelola dan mengembangkan zakat, infak, wakaf, dan harta keagamaannya lainnya serta pengawasan perwalian, BMA memiliki peluang sangat besar untuk berkontribusi menurunkan angka kemiskinan di Aceh, seperti praktik yang selama ini telah dilakukan," ucapnya.
Khairina menjelaskan lebih lanjut bahwa sesuai dengan data dari Puskas Baznas 2022, potensi zakat di Aceh mencapai Rp2,8 triliun. Adapun Aceh berhasil mengumpulkan zakat sebesar Rp313 miliar atau 12% dari potensi tersebut dan itu diatas pencapaian realisasi nasional secara presentase.
"Ini baru yang bersumber dari zakat saja, sedangkan BMA juga mempunyai sumber lainnya yang juga berpeluang untuk terus ditingkatkan, yaitu infak, wakaf dan harta keagamaan lainnya," ungkap Khairina.
Menurut anggota Badan BMA tersebut, zakat yang disalurkan BMA berfokus kepada individu, keluarga dan kelompok (basis dayah, mesjid, nazir, usaha gampong, kelompok usaha dan komunitas). Ini menjangkau sektor pendidikan, ekonomi, sosial, hingga sektor kesehatan.
Selain itu, dalam materinya Khairina juga menyampaikan poin-poin penting terkait pengelolaan Ziswaf selama ini di Aceh. Salah satunya adalah upaya mewujudkan adanya Peraturan Pemerintah tentang zakat sebagai pengurang pajak yang merupakan amanah Undang-Undang Pemerintah Aceh.
"Penerapan zakat sebagai pengurang pajak akan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat Aceh yang hari ini masih membayar ganda berupa zakat dan pajak. Lagi pula, zakat juga sudah menjadi pendapatan asli Aceh. Jika hal ini terwujud, maka pengumpulan zakat di Baitul Mal akan semakin besar,” kata Khairina.
Khairina berharap agar kegiatan ini dapat mengidentifikasi faktor kunci serta permasalahan pemanfaatan ZISWAF sehingga dapat membantu perumusan kebijakan oleh Bappenas.
"BMA siap untuk berkolaborasi dan terus berusaha menghadirkan inovasi baru dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pendampingan mustahik, perbaikan manajemen data, dan pelayanan untuk muzaki dan stakeholder lainnya," pungkas Khairina.
Selain melakukan diskusi, tim BAPPENAS juga melakukan kunjungan ke salah satu penerima manfaat dari dana Ziswaf untuk melihat langsung manfaat dan dampak yang telah dirasakan selama ini. [BMA]