Boikot Produk Prancis, Berpengaruh Bagi Mereka?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Roni
Dekan FEBI UIN Ar-Raniry, Dr Zaki Fuad. [Dok. UIN Ar-Raniry]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Seruan boikot produk Prancis bukan hanya terjadi di Timur Tengah. Indonesia bahkan Aceh sebagai mayoritas muslim ikut mengkampanyekan pemboikotan tersebut.
Hal ini buntut dari sikap Presiden Emmanuel Macron yang terkesan membela Majalah Charlie Hebdo membuat kartun Nabi Muhammad Saw dengan dalih kebebasan berekspresi.
Adapun produk Prancis yang beredar di Indonesia seperti fesyen (Chanel, Hermès, Louis Vuitton, Yves Saint Laurent, Lacoste, dan Pierre Cardin), kosmetik
(L'Oreal dan Garnier), makanan dan minuman (Danone dan Kraaft), otomotif dan energi (Renault, Peugeot, Michelin, Total, dan Elf), penginapan: Accor (Ibis, Fairmont, Pullman, Novotel, Raffles, dan Mercure).
Menanggapi hal itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Ar-Raniry, Dr Zaki Fuad mengatakan, gerakan boikot ini berpengaruh bila dilakukan secara realistis, tidak emosional.
"Kalau secara realistis, berpengaruh walau sedikit, karena mereka memang kaya. Realistis itu seperti, setelah isu persoalan ini reda, masyarakat tetap memboikot, itu baru ada kekuatannya. Karena kekuatan perang yang paling besar sekarang menurut saya ekonomi," jelas Zaki saat dihubungi Dialeksis.com, Minggu (8/11/2020).
Ia melanjutkan, langkah panjang yang harusnya dilakukan adalah dengan memperkuat ekonomi Islam, seperti menggunakan produk dan berbelanja di tempat-tempat usaha umat muslim dan juga produk lokal.
"Saya sedih juga, ada sebagian orang Islam yang nggak mau ke 212 Mart. Katanya banyak kekurangan dan berbagai macam alasan. Padahal mana ada sesuatu yang lahir langsung jadi hebat. Perlu berproses agar semuanya menjadi lebih baik," jelas Dr Zaki Fuad.
"Kami alhamdulilah sekeluarga belanja ke sana selalu, dan barangnya ternyata lebih murah. Ada kekurangan, karena modalnya belum sebesar mereka, maka ada beberapa produk yang tidak tersedia. Ya, saya kira itu bisa dibeli di tempat lain," tambahnya.
Dekan FEBI UIN Ar-Raniry itu berharap, masyarakat khususnya di Aceh agar menggunakan produk lokal dan memaksimal pengembangan ekonomi Islam, baik sekarang maupun di masa yang akan datang.
"Pelan-pelan, yang penting gerakannya konsisten dan berkepanjangan. Itu baru punya kekuatan," pungkasnya.