BPBA Gelar Diskusi Literasi Bencana
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - BPBA Gelar Diskusi Literasi Bencana dengan tema Memahami Dampak Gempa ; Tsunami dan Likuifaksi pada tanggal 12 Oktober 2018 bertempat di Aula lantai dua BPBA.
Diskusi tersebut digelar bekerjasama dengan Forum Aceh Menulis (FAMe) dan melibatkan Guru Besar Rekayasa Kegempaan dan Dinamika Struktur UI Jogyakarta, prof. Ir. H. sarwidi, MSCE, Ph.D, Ip-U dan Ketua prodi Teknik Geologi Fakultas Teknik Unsyiah, Bambang Setiawan, M.Eng. Sc, Ph.D sebagai pembicara dan praktisi yang ahli dibidangnya.
Fenomena likuifaksi yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah bukan pertama kali terjadi di Indonesia, fenomena ini juga sempat terekam oleh peneliti saat terjadi gempa di Aceh, seperti yang terjadi terakhir di pantai Manohara ,kota Sigli pada gempa tahun 2006 silam. Sebelumnya, Gempa menyusul tsunami yang menerjang Aceh pada 2004 silam juga menyebabkan likuifaksi di Kota Banda Aceh. Kerusakan-kerusakan bangunan dan infrastruktur yang terjadi, umumnya akibat hilangnya kapasitas dukung lapisan tanah.
Hasil riset peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, lapisan tanah endapan aluvial di pusat ibu kota provinsi Aceh itu berpotensi mengalami likuifaksi. Berdasarkan hasil perhitungan penurunan tanah, wilayah Banda Aceh dapat dibagi menjadi lima zona kerentanan. Zona kerentanan tinggi terutama terdapat di Kecamatan Kuta Alam dan Syah Kuala, sedangkan zona kerentanan rendah terutama terdapat di wilayah Kecamatan Banda Raya. Dengan demikian, investigasi geoteknik detil sangat diperlukan untuk mencegah kerusakan pada bangunan dan infrastruktur akibat likuifaksi di wilayah Kota Banda Aceh.
Mengingat hal tersebut di atas, Kalak BPBA, H. Teuku Ahmad Dadek, SH berencana melakukan penelitian bersama Tsunami Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah. Beliau ingin ilmuwan bisa berkolaborasi dengan BPBA. BPBA juga sudah membeli seismograf baru dan canggih demi menunjang studi likuifaksi di wilayah Singkil dan Meulaboh, serta akan melakukan penelitian beberapa patahan sesar-sesar aktif di daerah Aceh lainnya. Hal ini untuk meminimalisir, jika sewaktu-waktu terjadi bencana maka kerusakan yang ditimbulkan tidak sama dengan kerusakan akibat bencana sebelumnya.
"Saya juga akan mensosialisasikan empat prinsip sistim evakuasi: 1.Kalau masyarakat di pinggir pantai dan terjadi gempa dengan goncangan yang kuat, segera evakuasi diri ke tempat yang lebih aman.2. Seluruh Aceh ini adalah wilayah yang berpotensi gempa, maka telitilah bangunan yang anda tempati dan isinya serta bangun perilaku masyarakat siaga bencana.3.Jangan pakai HP setidaknya 10 menit pascagempa besar terjadi, agar jaringan komunikasi lancer. 4.Pengetahuan kebencanaan berpengaruh terhadap keselamatan kita pada saat terjadi bencana" Tambah Dadek.
Bambang setiawan dalam paparannya menjelaskan bahwa Likuifaksi merupakan salah satu dampak samping dari gempa besar. Likuifaksi merupakan proses transformasi materi dari padat menjadi cair (sifat seperti likuid). Gempa yang besar menyebabkan tekanan pada air pori yang cukup signifikan sehingga air terpicu naik. Materi yang mudah terkena dampak likuifaksi salah satunya material pasir. Di jepang telah ditemukan fakta bahwa zat yang mengandung material halus 70%, zat lempung, zat/materi yang mengandung 90% material halus mudah terdampak likuifaksi.
"Likuifaksi dapat memicu penurunan permukaan tanah; Penurunan/pergeseran tanah di daerah lereng; Pengangkatan struktur-struktur di bawah tanah; Kehilangan kemampuan menompang/mendukung benda/bangunan yang ada di permukaan tanah". Jelas Bambang.
Beliau menambahkan bahwa daerah Pesisir Barat Aceh terdapat patahan Sumatera dan pernah terjadi gempa dengan skala 7 magnitude sehingga wilayah tersebut juga memiliki potensi terjadi likuifaksi. Likuifaksi bisa mengurai atau memadatkan zat dan bisa terjadi berulang di tempat yang sama dan likuifaksi tidak dapat diprediksi, tetapi kita bisa melihat ciri-ciri yang dapat memicu tejadinya likuifaksi pada suatu wilayah.
Prof. Sarwidi dalam presentasinya juga memaparkan bahwa Gempa dapat membuat dampak bencana melalui 4 mekanisme: Goncangan kuat yang dapat merobohkan bangunan dan permukiman, Tsunami dapat menghempas pesisir permukiman, Tanah Gerak (longsor) dapat menghantam permukiman dan terakhir Likuifaksi yang dapat dengan cepat membenamkan permukiman.
"Dari peristiwa-peristiwa tersebut manusia harus terus berinovasi untuk mengatasinya. Bangunan anti gempa memang tidak mungkin manusia ciptakan akan tetapi kita bisa membuat bangunan tahan gempa seperti BARRATAGA (Bangunan tahan gempa ) yang saya ciptakan yang didesain dengan struktur yang mampu menahan goncangan gempa dengan kekuatan tertentu."Tambahnya.
Diakhir diskusi Kalak BPBA berharap Informasi mengenai dampak setelah gempa seperti tsunami dan likuifaksi harus terus disosialisasikan di masyarakat sehingga generasi penerus kita tetap menerima pengetahuan mengenai hal tersebut.
Aceh ditakdirkan sebagai provinsi yang harus selalu berdampingan dengan bencana karena kita berada di Ring of Fire. Gempa itu Sunatullah yakni cara Tuhan untuk menyeimbangkan energi dalam bumi dengan energi luar. Selalu ada hikmah dibalik bencana. (Rel/BPPA)