BPMA : Lifting Migas Aceh Semester I Anjlok Cuma Capai 26%
Font: Ukuran: - +
[Foto: Icon Lembaga/Net]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) mengungkapkan lifting minyak dan gas bumi (migas) di Aceh selama semester I 2020 hanya mencapai 1,27 juta barel setara minyak (BOE) atau hanya 26% dari target 4,93 juta BOE. Jumlah ini terdiri dari lifting minyak sebesar 1,04 juta barel minyak dan lifting gas 3,89 juta BOE.
Teuku Mohamad Faisal Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) mengungkapkan saat paparan di Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis, (03/09/2020). Dirinya mengatakan lifting minyak dan gas bumi (migas) di Aceh selama semester I 2020 hanya mencapai 1,27 juta barel setara minyak (BOE) atau hanya 26% dari target 4,93 juta BOE. Jumlah ini terdiri dari lifting minyak sebesar 1,04 juta barel minyak dan lifting gas 3,89 juta BOE.
"Mengatakan tidak tercapainya target dikarenakan beberapa hal, mulai dari pandemi Covid-19, adanya bencana alam, turunnya harga minyak, serta penyerapan gas di hilir yang berubah-ubah. Ditambah lagi Covid-19, kemudian ada bencana alam, harga minyak, lalu di hilir dari penyerapan has itu sendiri berubah-ubah," jelasnya kepada para anggota DPR RI tersebut.
Faisal menjelaskan lagi secara mendalam, meski masih jauh dari target pihaknya akan melakukan beberapa upaya guna mendorong peningkatan lifting migas tahun ini. Upaya nyata dari BPMA antara lain mendorong percepatan produksi, amandemen kontrak kerja sama (Production Sharing Contract/ PSC) Medco EP Malaka. Lalu, optimalisasi penyerapan gas dari blok-blok migas di Aceh, serta pemeliharaan untuk meningkatkan keandalan fasilitas produksi.
Dirinya menambah, kejadian tanah longsor di akhir tahun lalu yang berada di dekat fasilitas pipa Medco berdampak pada penghentian sementara produksi dari lapangan yang dikelola Medco tersebut.
"Tanah longsor merupakan erosi dari tanah yang kemudian pipa itu bergerak dan kita melakukan penopangan dari pipa tersebut," tegasnya lagi.
Faisal memberitaukan walau serapan gas dari PLN juga berpengaruh pada realisasi lifting. Pasalnya, bila produksi gas berada pada level maksimum, namun PLN tidak bisa menyerap dengan alasan tertentu, maka ini akan berpengaruh pada produksi gas di hulu.
Dirinya optimis pihaknya masih merasa terbantu degan Keputusan Menteri ESDM No.89K/10/MEM/2020, juga Keputusan Menteri ESDM No.91K/10/MEM/2020 terkait harga dan pengguna gas bumi di bidang industri dan kelistrikan dipatok sebesar US$ 6 per MMBTU. Dengan demikian, ini membuat serapan gas bisa meningkat.
Kepala BPMA Faisal memprediksikan, jika skenario ini berjalan dengan baik dan serapan gas bisa maksimal, maka sampai akhir tahun ini menurutnya serapan bisa mencapai 80% dari target.
"Memang salah satu kendala adalah serapan dari PLN sendiri, yakni ketika produksi sudah maksimum, PLN tidak bisa menyerap dengan alasan tertentu," ungkapnya.
Selanjutnya ia menyatakan diforum Komisi VII Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang digunakan sampai semester I baru sebesar 36%. Pihaknya akan berupaya mendorong TKDN agar bisa mencapai 70% pada paruh kedua tahun ini.
"Kami akan coba semester II ini sampai 70%," jelasnya lagi.
Menelusuri dari data yang terinformasi melalui situs resmi BPMA diperoleh info, bahwa terdapat empat blok migas di Aceh yang masih aktif berproduksi saat ini, yaitu Blok A, Blok B, Blok Lhokseumawe dan Blok Pase. Blok A dikelola oleh Medco E&P Malaka, sementara Blok B dikelola PHE NSB, sedangkan Blok Lhokseumawe dikelola Zaratex N.V. dan Blok Pase dikelola oleh Triangle Pase Inc.