Carut Marut Pemilihan Ketua Dema Fakultas Syariah, Siapa yang Salah?
Font: Ukuran: - +
Reporter : Sara Masroni
Ilustrasi
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Musyawarah Besar (Mubes) pemilihan Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Ar-Raniry Banda Aceh belum menemui titik akhir.
Ketua Dema terpilih Fhariz Alfaizar berdasarkan Mubes yang berlangsung pada 31 Desember 2019 lalu, ditolak oleh pihak Ikbal Hafzal selaku kompetitor tunggal dalam pemilihan tersebut.
Usai Mubes, empat Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) seperti Hukum Keluarga, Hukum Pidana Islam, Hukum Tata Negara dan HMPS Ilmu Hukum sepakat menolak hasil pemilihan yang dilakukan KPR karena dianggap menggunakan cara-cara curang dan tidak fair.
Menghimpun data tersebut, Dialeksis.com melakukan wawancara dengan pihak penggugat dan tergugat. Siapa yang salah?
Ketua HMPS Hukum Keluarga, Ikhwan Karazi Alsabi saat diwawancara mengatakan, pihaknya bersama tiga Ketua HMPS di Fakultas Syariah dan Hukum menolak secara tegas hasil Mubes tersebut dan mengklaim pihak KPR melakukan kecurangan saat menyelenggarakan pemilihan Ketua Dema di fakultas setempat.
"Saat Mubes di hari Selasa, kami dikabari tiba-tiba sama KPR. Masa Mubes jam 10, dikabari jam 9 pagi. Bayangkan, mana mungkin mengumpulkan delegasi dalam waktu semepet itu," kata Ikhwan saat dihubungi Dialeksis.com, Kamis (3/1/2020).
"Dan akhirnya si Fhariz menang, padahal kondisinya di dalam ruangan tidak mencukupi 50+1 sebagaimana syarat Mubes," tambahnya.
Pihaknya juga tidak terima saat Presidium Sidang Sementara membubarkan semena-mena Mubes awal yang harusnya berlangsung pada Kamis 26 Desember 2019 lalu.
"Masa gara-gara panitia pingsan, Mubes dibubarkan," kata Ikhwan mengaku tak terima keputusan tersebut.
"Mubes dilanjutkan hari Jum'atnya, tapi Presidium Sidang tidak hadir karena alasan sakit. Siangnya kami lihat status beliau sedang bagi-bagi brousur di masjid, sakit apa ini maksudnya?" tambahnya.
Ikhwan bersama pihak penggugat juga tidak terima saat di Mubes awal (Kamis) sudah menawarkan bila jumlah delegasi 50+1 tidak cukupi, sidang tetap bisa dilanjutkan dengan waktu (per menit) yang tertera di Tata Tertib (Tatib) Mubes yang telah disepakati.
"Eh, malah mereka (Presidium Sidang dan KPR) main tunda begitu saja ke esok hari. Kami jelas dicurangi dalam hal ini," ungkap Ikhwan.
"Yang paling kami sesali saat di hari Selasa (di Mubes akhir atau penentuan) itu. Kenapa kami dikabari jadwalnya se-jam sebelum sidang, gak fair ini," pungkasnya.
Ketua KPR Fakultas Syariah dan Hukum (FSH), Robby Syehrani, saat diwawancara di tempat terpisah mengatakan, soal jadwal dadakan itu kita berlakukan sama kepada semua delegasi.
"Hari Senin (sebelum Mubes akhir), kita semua duduk bersama, termasuk yang ikut menggugat ini. Hasil mufakat hari itu bahwa Selasa kita bakal Mubes dan jamnya bakal dadakan karena semua ruangan terpakai dan saat minta kepastian ke Kasubbag Akademik soal tempat peminjaman gedung, para pegawai sudah pulang karena sudah sore," jelas Robby kepada Dialeksis.com, Sabtu (4/1/2020).
"Kemudian saat hari Kamis (Mubes awal) kenapa ditunda, karena sudah ricuh di ruang Mubes. Bayangkan, puluhan mahasiswa yang bukan delegasi masuk ke ruang Mubes karena silang pendapat soal pemilihan Presidium Sidang Tetap. Gak mungkin kita lanjutkan kalau sudah begini," tambahnya.
Saat di hari h (Selasa), Mubes berlangsung bukan tanpa prosedur. Pihaknya sudah menunggu sesuai Tata Tertib Sidang sebelum peserta Mubes hadir 50+1 sebagaimana syarat berlangsungnya Mubes.
"Kita bahkan mulai Mubes sekitar pukul 11 lewat, karena menunggu delegasi yang awalnya diwacanakan pukul 10.00 sudah harus memulai Mubes," jelas Robby.
"Sidang tidak mungkin ditunda lagi ke hari selanjutnya karena tidak diatur dalam Tata Tertib Mubes dan sekarang jelang waktu libur juga, kasihan panitia," tambahnya.
Saat diklaim curang oleh pihak Ikhwan, kini Robby pun siap mempertanggung jawabkan setiap keputusan yang sudah diambilnya sesuai prosedur Mubes.
"Mereka ribut di media, tetapi sampai hari ini, surat gugatan saja belum sampai. Bagaimana bisa diproses," ungkapnya.
Senat Mahasiswa (Sema) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry bakal segera duduk dengan Wakil Dekan III fakultas setempat perihal gugatan ini.
"Kita bakal pertemukan dulu kedua belah pihak (penggugat tergugat) dan Wadek III. Jika tidak ada jalan keluar, maka solusi satu-satunya adalah membentuk KPR baru dan Mubes ulang," kata Ketua Sema Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry, Rahmad Ismadi.
Pihaknya yang mengaku hadir saat Mubes awal (Kamis) punya alasan berbeda soal kenapa Mubes ditunda hari itu.
"Delegasi dari HMPS HPI (Hukum Pidana Islam) punya dua versi delegasi yang berbeda antara Ketua lama (kebetulan diberhentikan sementara karena mencalon sebagai Ketua Dema) dengan versi Plt-nya," ungkap Rahmad.
Hal ini menjadi alasan bagi Sema untuk tidak melanjutkan Mubes, karena berbeda jumlah delegasi akan mempengaruhi jumlah suara nantinya.
"Ini jadi pembelajaran ke depan. Semoga bisa dijadikan pengalaman untuk menjadi lebih baik lagi saat di pentas perpolitikan (di luar kampus) sesungguhnya nanti," pungkas Rahmad.
Jalan panjang pemilihan Ketua Dema FSH yang belum berujung titik temu ini, siapa yang salah? Jawabannya tentu dikembalikan kepada setiap individu. (sm)