Dampak Pernikahan Dini, KPPAA: Bisa Berisiko Ancam Kematian Bayi dan Ibu
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Wakil Ketua KPPAA, Ayu Ningsih. [IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wakil Presiden Indonesia, Ma’ruf Amin mendeklarasikan Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan untuk mencegah pernikahan pada anak. Hal itu dilakukan sebagai upaya advokasi untuk menyadarkan masyarakat mengenai kesiapan calon suami dan istri sebelum melangsungkan pernikahan.
Wakil Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPAA), Ayu Ningsih menyambut positif dengan Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan itu. Apalagi, kata dia, sejak ada Undang-undang Perkawinan yang baru telah menaikkan batas usia anak untuk menikah menjadi 19 tahun.
Dalam regulasi yang lama, sebut Ayu, batas minimal perempuan untuk menikah berada pada umur 16 tahun sedangkan laki-laki di umur 19 tahun. Namun, pada regulasi yang baru, batas minimal perempuan dan laki-laki untuk menikah disamaratakan, yakni sama-sama 19 tahun.
Ayu menuturkan, usia 19 tahun bagi perempuan sudah bisa disebut ideal untuk menikah. Karena, jika bicara dengan Undang-undang Perlindungan Anak, yang disebut anak-anak adalah berada di umur 18 tahun ke bawah.
“Kita cukup mengapresiasi upaya ini. Karena ada banyak sekali riset dan pengaduan berkaitan dengan pernikahan usia dini. Memang banyak sekali terdapat dampak negatifnya daripada dampak positif,” kata Ayu Ningsih saat dihubungi Dialeksis.com, Sabtu (20/3/2021).
Adapun dampak negatif dari pernikahan anak usia dini, sebut Ayu, di antaranya adalah, pertama, fisik anak masih dalam proses tumbuh dan kembang. Dan si anak tersebut masih belum siap untuk melalui proses-proses berat seperti persalinan dan segala macamnya. Sehingga, akibat bentuk fisik yang masih berkembang itu, dia rentan melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah.
Kedua, anemia (kekurangan darah) pasca melahirkan. Hal tersebut juga bakal berdampak buruk bagi kesehatan si ibu, bahkan bisa berisiko mengancam kematian bayi dan ibu.
Ketiga, pernikahan anak usia dini juga belum matang secara ekonomi, sehingga ada temuan setelah menikah pun kadang-kadang masih disubsidi oleh orangtua.
Keempat, dampak lain yang diakibatkan pernikahan usia dini adalah bisa terputus sekolah. Apalagi bagi anak perempuan. Karena, lazimnya seorang anak perempuan setelah dinikahkan, dia akan lebih banyak mengurusi masalah domestik kekeluargaan.
Kelima, belum siap mengasuh anak. Karena, dia sendiri masih belum puas menikmati masa mudanya. Hal ini juga bakal berdampak pada pola pengasuhan bayi yang akan dilahirkan nanti.
Keenam, dampak negatif dari pernikahan usia dini itu juga bisa menimbulkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan juga pada perceraian dini.
Oleh karena itu, melalui deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan tersebut, Ayu berharap agar tidak ada lagi anak-anak yang menikah secara dini, meskipun di dalam UU Perkawinan itu juga masih memungkinkan anak untuk dilakukan dispensasi nikah di Mahkamah Syar’iyah ataupun pengadilan Agama di tempat-tempat lain.
Ayu menerangkan, dispensasi nikah adalah kelonggaran melangsungkan pernikahan walaupun usia anak masih belum ideal untuk menikah.
“Misalnya ada anak yang masih usia 16 tahun, tapi dia mau menikah. Nah, si orangtuanya itu bisa mengajukan dispensasi. Dispensasi itu kelonggaran karena kondisi-kondisi tertentu, pengadilan bisa menilai,” jelas Ayu.
“Nanti hakimnya yang akan mempertimbangkan beberapa pertimbangan. Misalnya, karena memang si anak itu sudah hamil duluan. Dan karena dia sudah hamil, ini akan bagaimana solusinya nanti. Nah, artinya kondisinya khusus. Makanya pengadilan bisa mengeluarkan dispensasi nikah,” tambahnya.
Ayu menyebutkan, Mahkamah Agung juga sudah mengeluarkan buku panduan untuk dispensasi nikah, misalnya seperti apa-apa saja kategori yang bisa diberi dispensasi nikah dan apa-apa saja yang masih belum bisa dikasih dispensasi nikah.
“Makanya kita berharap, meskipun usia minimal menikah sudah 19 tahun, jangan sampai angka dispensasi nikah melebihi aturan nikah yang sudah berlaku. Karena bertolak belakang dengan ide dasar yang ditetapkan,” pungkas Ayu.