Data OJK: Tabungan di Aceh Susut Rp2,17 Triliun Sejak Diberlakukan Qanun LKS
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi bank konvensional versus bank syariah. [Foto: Istimewa]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Pro Kontra terkait perbankan syariah dan konvensional terus menjadi perhatian umum, khususnya masyarakat Aceh. Apalagi sejak bank syariah terbesar di Aceh mengalami gangguan pada awal Mei 2023 yang cukup mengguncangkan ekonomi nasabah, mengganggu ekonomi daerah, sehingga mencuat untuk merevisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan menghadirkan kembali bank konvensional di Bumi Serambi Mekkah.
Melansir CNBC Indonesia, Selasa (30/5/2023), data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan Dana Pihak Ketiga (DPK) atau tabungan masyarakat di Provinsi Aceh mengalami penyusutan sejak hengkangnya bank konvensional.
Jika melihat pertumbuhan DPK bank umum di Aceh, memang trennya cukup fluktuatif. Namun, terjadi penurunan DPK selama empat bulan berturut-turut dari November 2022 hingga Februari 2023.
Secara umum, bila membandingkan posisi DPK pada Januari 2021 hingga Februari 2023, penurunan DPK tercatat sebesar Rp2,17 triliun dari Rp39,56 triliun menjadi Rp 37,39 triliun.
Berbanding terbalik dengan kondisi di Sumatera Utara (Sumut), provinsi terdekat dengan Aceh yang mencatatkan pertumbuhan DPK bank umum pada periode yang sama. Pada Januari 2021, DPK di wilayah Sumut sebesar Rp258,5 triliun menjadi Rp301,3 triliun pada Februari 2021, naik Rp42,8 triliun.
Pertumbuhan DPK yang meningkat tersebut tentu menunjukkan minat masyarakat dalam menyimpan uang di bank umum Sumatera Utara cukup tinggi.
Kondisi kontras antara kedua tersebut dapat disebabkan, antara lain minat masyarakat memiliki rekening selain syariah masih tinggi, tapi karena bank konvensional tidak lagi beroperasi, sehingga masyarakat memilih memindahkan dananya ke bank konvensional di Sumatera Utara. [CNBC Ind]