kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Deklarasi Gerakan Pencegahan Stunting Menyongsong Bonus Demografi 2025

Deklarasi Gerakan Pencegahan Stunting Menyongsong Bonus Demografi 2025

Minggu, 03 Maret 2019 18:35 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Indonesia akan mendapatkan bonus demografi di tahun 2025. Untuk itu, kerjasama seluruh pemangku kebijakan harus diperkuat, sinergi harus terus ditingkatkan agar anak-anak kita terbebas dari stunting. Anak-anak adalah harta karun untuk membangun bangsa, sehingga mampu bersaing dengan bangsa manapun di masa depan. 

Himbauan tersebut disampaikan oleh Pelaksana Tugas Gubernur Aceh Nova Iriansyah, dalam sambutannya pada acara deklarasi gerakan pencegahan dan penanganan stunting, di Lapangan Blang Padang, Minggu (3/3/2019).

"Deklarasi pencegahan dan penanganan stunting hari ini sangat penting, karena Indonesia sedang mempersiapkan generasi terbaik dalam menyongsong bonus demografi di tahun 2025 hingga tahun 2036 mendatang. Angka stunting harus kita tekan agar anak-anak kita menjadi generasi unggul dan mampu bersaing Dengan bangsa manapun di masa mendatang," imbau Nova.

Plt Gubernur menegaskan, bahwa Deklarasi gerakan yang disingkat dengan Geunting ini bertujuan untuk mengikat komitmen dan kerjasama pemerintah daerah, tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, dunia usaha dan setiap organisasi beserta seluruh rakyat untuk membebaskan Aceh dari stunting pada tahun 2022.

"Semua pihak dan semua sektor harus turut berperan dalam upaya pencegahan dan penanganan stunting di Aceh, karena sangat berimbas bagi pembangunan karakter sumberdaya manusia dan mental generasi penerus bangsa. Karena itu, sangat penting untuk mengikat dan mengingatkan, bahwa gerakan ini adalah kewajiban semua pihak," tegas Nova.

Oleh karena itu, Nova mengimbau semua pihak untuk mendukung langkah Pemerintah Aceh yang bertekad mengurangi angka stunting, mengingat Aceh merupakan wilayah yang memiliki anak penderita stunting tertinggi di Indonesia. Data dari Unicef menyebutkan, prevalensi stunting di Aceh mencapai 37,9 persen.

"Aceh berada di posisi ketiga tertinggi sebagai provinsi dengan jumlah anak penderita stunting tertinggi, yaitu di angka 37,9 persen. Meski kita masih terus mengumpulkan data untuk memastikan apakah benar angkanya sebesar itu, namun langkah-langkah untuk menekan angka stunting juga harus segera kita lakukan," kata Nova.

Nova mengimbau para bupati dan wali kota untuk segera melakukan aksi-aksi nyata di lapangan agar dua tahun mendatang angka stunting di Aceh dapat turun. "Target minimalnya tentu di bawah rata-rata nasional."

Saat ini, Plt Gubernur telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 14 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Aceh. Pergub ini hadir sebagai landasan untuk menggalang komitmen para pihak untuk mengakomodir kebutuhan pelayanan bagi setiap anak di daerah ini.

"Pelayanan yang dimaksud bersifat komprehensif, mulai dari masalah kesehatan, sosialisasi, peningkatan gizi, pemantauan, evaluasi dan sebagainya. Intinya, Pemerintah dan semua pihak harus meningkatkan perhatian bagi tumbuh kembang anak di Bumi Serambi Mekah ini," ujar Nova.

Sementara itu, Wakil Ketua TP PKK Aceh Dyah Erti Idawati, dalam sambutannya menegaskan, Tim Penggerak PKK di seluruh Aceh siap berada garis di depan dalam mengampanyekan Geunting. Oleh karena itu, dosen Fakultas Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Unsyiah ini sangat mengapresiasi antusiasme dan dukungan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, elemen masyarakat, akademisi, pegiat medis, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, LSM dan lembaga non pemerintah yang telah turut berhadir dan mensukseskan Deklarasi Geunting hari ini.

Lebih lanjut Dyah Erti menjelaskan, penyebab utama stunting ini adalah kurangnya perhatian bagi tumbuh kembang anak, terutama asupan gizi. Hal ini mengakibatkan tubuh si anak menjadi pendek dan daya tahannya tidak terlalu kuat. Faktor ini akan sangat mempengaruhi perkembangan fisik dan kemampuan sang anak saat usia dewasa.

Aceh, sambung Dyah, termasuk dalam daerah dengan prevalensi gizi buruk cukup tinggi di Indonesia. Ada banyak faktor penyebab terjadi kasus ini, antara lain, minimnya kesadaran keluarga dalam menjaga kesehatan, kurangnya memahami pentingnya ASI bagi bayi, rendahnya kepedulian pada makanan suplemen bagi anak, dan beberapa faktor lain.

"Melihat situasi ini, tidak ada pilihan lain, kampanye sadar gizi perlu kita tingkatkan agar masyarakat tahu betapa buruknya ancaman akibat kekurangan gizi. Kampanye sadar gizi harus kita perkuat lagi dengan Gerakan Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Aceh," ujar Dyah Erti.

Turut hadir dalam deklarasi tersebut Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah Kementerian Dalam Negeri, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, perwakilan dari Kantor Staf Kepresidenan RI, Para Bupati dan Walikota.

Usai deklarasi, Plt didampingi Wakil Ketua TP PKK Aceh serta para kepala dinas terkait meninjau sejumlah stand yang memamerkan berbagai produk makanan dan makanan olahan yang baik bagi perkembangan dan pertumbuhan anak.

Berikut ini adalah 7 poin isi deklarasi yang dibacakan oleh Plt Gubernur bersama para bupati dan wali kota.

"Pada hari ini, Minggu 3 Maret 2019, Pemerintah Aceh dan seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota mendeklarasikan Gerakan Pencegahan dan Penanganan Stunting.

Diantaranya membuat regulasi untuk pelaksanaan gerakan pencegahan dan penanganan stunting, 

Menggalang komitmen semua sektor dan seluruh lapisan masyarakat, Menggerakkan tokoh masyarakat, ulama. Akademisi, aktivis, dunia usaha dan organisasi masyarakat, untuk mendukung pencegahan stunting, 

Menggalakkan seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat, Memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil dan balita, Memastikan setiap bayi mendapatkan ASI eksklusif, dan ASI lanjutan hingga berusia 2 tahun, dan memantau tumbuh kembang anak dan pemberian imunisasi dasar lengkap. 

Keyword:


Editor :
Jaka Rasyid

riset-JSI
Komentar Anda