Dewas Belum Keluarkan Izin Pengeledahan Kantor PDI-P, Bukti UU Hasil Revisi Lemahkan KPK
Font: Ukuran: - +
Koordinator GeRAK, Askhalani. Foto: IST/Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pengeledahan kantor PDI-P terkait kasus suap yang menyeret kader partai tersebut, Harun Masiku dan Komisioner KPU Wahyu Setiawan belum juga dilakukan.
Hal ini dikarenakan menunggu izin Dewan Pengawas (Dewas) KPK sebagaimana aturan yang tertuang dalam UU KPK hasil revisi beberapa waktu lalu.
"Baru tahun ini terjadi kekacauan dalam OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK. Hal ini membuktikan bahwa UU hasil revisi itu melemahkan," jelas Koordinator Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani saat dihubungi Dialeksis.com, Sabtu (18/1/2020).
"Percuma juga kalau digeledah lagi (kantor PDI-P), barang bukti pasti sudah hilang," tambah Koordinator GeRAK itu.
Ia juga menanggapi sikap Ketua KPK yang baru, Firli Bahuri yang enggan muncul ke publik meredam situasi ini.
"Terlihat sekali kalau ketua yang baru ini terafiliasi dengan kelompok-kelompok tertentu, sehingga takut mengambil tindakan yang pro-rakyat," ungkap Askhalani.
"Kemudian saat Yasonna Laoly memilih menjadi kuasa hukum mereka (PDI-P) dalam kasus ini, dia kan menteri (Kemenkum HAM). Terlihat sekali kalau partai mereka berkuasa," tambahnya.
Saat ditanya solusi menanggapi kasus-kasus selanjutnya, Koordinator GeRAK itu mengaku pesimis bila KPK dibayang-bayangi dewan pengawas.
"Kita berharapnya Presiden Jokowi mengeluarkan Perpu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi yang bermasalah ini. Tetapi karena tidak mungkin lagi, kita hanya bisa menaruh harapan pada Uji Materi selanjutnya di MK nanti," ungkapnya.
"Berharap tangan dingin MK (Mahkamah Konstitusi) memberikan putusan terbaik. Kalau tidak dikabulkan juga Uji Materi ini, mending KPK bubarkan saja," pungkasnya.
Diketahui, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan diduga menerima suap sebesar Rp 900 juta dari Kader PDI-P, Harun Masiku terkait Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPR RI 2019-2024 di Senayan. (sm)