Selasa, 16 September 2025
Beranda / Berita / Aceh / Di Balik Isu Makanan Berbelatung di MUQ Aceh Selatan, Muncul Dugaan Persaingan Bisnis

Di Balik Isu Makanan Berbelatung di MUQ Aceh Selatan, Muncul Dugaan Persaingan Bisnis

Selasa, 16 September 2025 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Tokoh pemuda Aceh Selatan, Fajri Amir. Foto: for Dialeksis 


DIALEKSIS.COM | Tapaktuan - Isu makanan berbelatung di Madrasah Ulumul Qur’an (MUQ) Aceh Selatan mendadak menguasai ruang publik. Namun, di balik kisah menjijikkan itu, muncul dugaan lain yang lebih serius: adanya indikasi persaingan bisnis dalam pengadaan makan-minum yang nilainya mencapai miliaran rupiah.

"Makanan pagi dimasak subuh, siang dimasak jam 11, malam dimasak sore hari. Mustahil dalam hitungan 1-2 jam sudah berisi belatung, kecuali belatung itu sengaja diletakkan dari tempat lain," ujar tokoh pemuda Aceh Selatan, Fajri Amir, Selasa (16/9/2025).

Secara ilmiah, belatung adalah larva lalat yang menetas dari telur. Menurut Handbook of Forensic Entomology (Goff, 2000), telur lalat umumnya membutuhkan waktu 8-20 jam untuk menetas. Dalam kondisi dapur panas sekalipun, proses itu tidak mungkin berlangsung hanya dalam 1-2 jam.

“Jika makanan langsung dikonsumsi setelah dimasak, peluang muncul belatung hampir nol. Kecuali memang ada yang sengaja memindahkannya,” jelas Fajri.

Kondisi ini memunculkan pertanyaan: apakah makanan benar-benar bermasalah dari dapur vendor, atau justru sudah dimanipulasi setelah distribusi?

Fajri menegaskan, sesuai aturan, tugas vendor hanya memasak dan mengantarkan makanan. Sementara distribusi kepada siswa biasanya melibatkan pihak internal madrasah. “Celah inilah yang bisa dimainkan oleh pihak tertentu,” katanya.

Tak dapat dipungkiri, anggaran makan-minum MUQ yang mencapai Rp1,6 miliar menjadi magnet persaingan bisnis. Informasi dari pejabat internal Kementerian Agama Aceh Selatan menyebut, tender katering selalu menjadi rebutan vendor lokal. “Setiap tahun pasti ada kompetisi. Tidak jarang ada pihak yang memakai cara kotor untuk menjatuhkan pesaing,” ungkap sumber tersebut.

Pertanyaan lain muncul terkait asal-usul foto dan video makanan berbelatung yang viral di media sosial. Pasalnya, siswa MUQ dilarang membawa telepon genggam. “Kalau bukan siswa yang mendokumentasikan, bisa jadi ada pihak internal atau eksternal yang sengaja memicu kegaduhan,” kata Fajri.

Kasus ini mengingatkan pada peristiwa serupa di sebuah pesantren besar di Jawa Barat pada 2022. Saat itu, vendor katering dituduh memberi makanan basi. Belakangan terbukti, foto viral tersebut dibuat oleh pegawai internal yang memiliki keterkaitan dengan pesaing vendor.

Secara hukum, kata Fajri, pengadaan barang dan jasa pemerintah diatur melalui Perpres 16 Tahun 2018. Vendor bertanggung jawab atas kualitas makanan, sementara pengawasan menjadi tugas pengguna jasa, yakni UPTD MUQ. Jika ada unsur sabotase, hal ini bisa masuk ranah pidana, baik sebagai perbuatan curang (Pasal 378 KUHP) maupun pencemaran nama baik (UU ITE Pasal 27 ayat 3).

“Kalau terbukti ada pihak yang menyebarkan informasi bohong atau manipulasi foto, itu bukan hanya merusak reputasi vendor, tapi juga merugikan siswa. Kami mendesak pemerintah daerah tidak memberi ruang bagi pihak yang menggunakan cara kotor dalam tender,” tegasnya.

Polemik belatung ini sekilas tampak sederhana, namun di baliknya menyimpan aroma persaingan bisnis yang kental. Vendor bisa jadi hanya pion dalam perebutan kontrak katering bernilai miliaran rupiah.

“Semoga Pemkab Aceh Selatan menyelidiki kasus ini secara serius, agar oknum yang terbiasa memakai cara kotor dalam persaingan usaha tidak lagi mendapat ruang sebagai penyedia jasa,” pungkas Fajri.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
sekwan - polda
bpka - maulid