Di Tengah Wabah Covid-19, Muslahuddin: Jangan Lupakan Petani
Font: Ukuran: - +
Reporter : Sara Masroni
Ketua DPD PDI Perjuangan Aceh, Muslahuddin Daud. [Foto: IST/Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Hampir setengah masyarakat Aceh menggantungkan hidup mereka di sektor pertanian secara umum. Petani merupakan produsen utama untuk ketahanan pangan dan sektor ini memiliki multi player effect kepada sektor lain terutama kelompok KUMKM yang menggantungkan kebutuhan bahan baku dari sektor ini.
"Apabila sektor ini berhenti, maka sebagian besar sektor lain juga tidak akan berjalan dengan maksimal," jelas Ketua DPD PDI Perjuangan Aceh Muslahuddin Daud melalui siaran persnya yang diterima Dialeksis.com, Minggu (5/4/2020).
Dari sisi angka kemiskinan, lanjutnya, berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT), ada sekitar 800 ribu penduduk Aceh atau 15 persen berada dalam garis kemiskinan. Dari jumlah tersebut 81 persen dari mereka bekerja di sektor pertanian, sementara masyarakat lain yang masuk dalam kategori masyarakat ekonomi rentan ada sekitar 35-40 persen.
"Kelompok ini sangat besar berpotensi untuk kembali terjun bebas masuk dalam zona kemiskinan yang berpendapatan kurang dari 600 sebulan. Oleh karena itu, sangat diperlukan kebijakan antisipatif yang mendukung sektor pertanian agar sektor lain tidak ikut tergerus oleh kelangkaan pasokan," jelas pria yang pernah dinobatkan sebagai Pahlawan Pertanian Indonesia Tahun 2017 itu
Dengan demikian, Muslahuddin Daud memberikan masukan kepada pemerintah sebagai berikut.
Pertama, memastikan seluruh proses produksi pertanian tetap berjalan lancar dengan merubah Good Agriculture Practice (GAP) sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam merespon Covid-19.
Kedua, memastikan ketersediaan alat mekanisasi pertanian mulai dari proses pembajakan hingga pemanenan, ketersedian alat ini merupakan upaya dari physical distancing yang digalakkan pemerintah.
Ketiga, memastikan ketersedian agro input yang tepat waktu dengan jadwal penanaman seperti bibit, pupuk dan pestisida. Untuk memastikan ini, makan aparatur kecamatan, kemukiman dan gampong di Aceh harus bersinergi dengan Balai Penyuluh Pertanian di tingkat kecamatan untuk memastikan penjadwalan.
Laporan per kecamatan dengan luas garapan harus diketahui secara keseluruhan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan provinsi dan memerintahkan setiap Unit Pelaksana Teknis Daerah untuk melakukan aksi konkrit.
Keempat, para pemangku kepentingan pasca panen, seperti Bulog, para agen penampung, penyalur hingga pedagang harus mendapat SOP dan Protocol yang jelas dari pemerintah seperti apa mereka beroperasi disaat wabah seperti ini.
"Ini sangat mendesak dilakukan karena hasil pantauan lapangan harga-harga barang sangat variatif di lapangan," ungkapnya.
Secara psikologis, lanjutnya, hal ini sangat penting karena apabila dalam durasi yang lama harga yang diambil ditingkat petani sangat rendah, berdasarkan pengalaman lapangan 50 persen dari petani akan sulit mengeluarkan biaya untuk penanaman kembali.
"Kalau ini terjadi maka lonjakan-lonjakan harga pasti akan terjadi dan akan menimbulkan keresahan baru," jelas Muslahuddin Daud.
Kelima, sangat diperlukan Contigency Plan untuk para petani, seandaikan akan ada partial lockdown di lokasi Wabah yang menyebabkan gagal produksi.
"Perlu diantisipasi dari awal agar terhindar dari penyakit kelangkaan makanan, yaitu meninggal karena busung lapar," pungkasnya. (SM)