DOKA, 16 Tahun MoU Helsinki dan Kesejahteran Rakyat Aceh
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Pengamat Ekonomi dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Dr. Amri, SE, MSi. [Foto: amd/ftr]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kesejahteraan rakyat Aceh yang masih belum membaik sampai saat ini, tentu sangat memprihatinkan. Dengan segala kucuran dana di Aceh harus bisa membuat dan mensejahterakan Aceh. Kendati demikian, banyak suara berkata lain.
Dialeksis.com, Selasa (10/08/2021) menghubungi Pengamat Ekonomi dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Dr. Amri, SE, MSi untuk diwawancara secara langsung di Banda Aceh.
Dirinya mengatakan, bahwa kondisi ekonomi masyarakat Aceh Indikator Makro Ekonomi (IME) Provinsi Aceh, dengan pertumbuhan ekonomi 2,6 Persen bisa dikatakan sangat rendah di Sumatera.
“Dengan tingkat kemiskinan 15,43 persen di kota, diperdesaan 17,96 persen, dan tingkat pengangguran tertinggi sesumatera, dan angka rasio 0.319 yang dapat dikatakan tidak terjadinya pemerataan ekonomi di Aceh di 23 kab/kota, 286 Kecamatan dan 6496 Gampong, ini adalah data dan fakta yang sangat buruk untuk Aceh, karena itu bisa dikatakan kita termiskin di Sumatera,” tegasnya.
Sementara itu ia mengatakan, dengan angka tersebut bisa dikatakan juga tingkat kesejahteraan di Aceh sangat rendah.sementara dana yang masuk ke Aceh sangat besar, diantaranya DOKA sejak 2018 sampai 2021 itu mencapai Rp 88 Trilliun, Kemudian ditambah lagi alokasi DAU, DAK dana pendapatan asli Aceh dan Dana Transfer Migas yang rata rata pertahun APBA mencapai Rp 17 Trilliun.
“Setiap tahunnya dana APBA di dominasi DOKA yang mencapai 53,03 persen dari total APBA,” ucapnya.
Lebih lanjut Dr Amri menjelaskan, dari data yang saya sebutkan menunjukkan indikator ekonomi makro (IME) Provinsi Aceh belum tercapai seperti yang diharapkan seperti yang teracantum dalam Qanun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2017 sampai 2022, atau yang biasa di sebut dikalangan masyarakat itu ‘Blue Print’.
Ada 15 Program Aceh Hebat yang masuk dalam Visi-Misi Pemerintahan Nova yang bisa dikatakan visi-misi yang sangat indah dan menarik, yaitu, Aceh Peumulia, Aceh Meuadab, Aceh Dame, Aceh Carong, Aceh Teuga, Aceh Sejahtera, Aceh Suniya, Aceh Meugoe dan Meulaot, Aceh Troe, Aceh Energi, Aceh Kreatif, Aceh Kaya, Aceh SIAT, Aceh Green, dan Aceh Seumeugot.
“Berdasarkan indikator-indikator ini saya melihat ada yang salah dalam management pemerintahan, terutama dalam pemanfaatan DOKA sejak 2008 sampai 2021, kita katakan DOKA sudah tidak tepat sasaran dan diduga tidak sesuai dengan Qanun Pemanfaatan Dana DOKA yang meliputi, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, Pendidikan, Kesehatan, atau untuk Keistimewaan dan Kekhususan Aceh, yang keistimewaan itu mencakup Agama, Pendidikan, dan Adat Istiadat,” tegasnya.
Misalnya Pembatalan Pembangunan 4000 Rumah Dhuafa, banyak dana bantuan Pasantren dan Mesjid dibatakan. Padahal pembangunan tersebut bisa berdampak Multiplier ekonomi di masyarakat persedaan. Konsekuensi ini meyebabkan SiLPA APBA tahun 2020 Mencapai Rp,3,96 Triliun Lebih.
Dr Amri menegaskan kembali, pendidikan yang dimaksud yaitu pendidikan umum dan Dayah di Aceh, sedangkan keistimewaan bidang Agama pembangunan Masjid dan Dayah.
Karena itulah Amri menyarankan di akhir kepemimpinan Nova lebih berfokus pada pencapaian Visi dan Misi yang telah dijanjikan kepada masyarakat Aceh. Demikian Harapan Mantan Sekretaris Magister Manajemen Program PascaSarjana Universitas Syiah Kuala ini. [ftr]