Beranda / Berita / Aceh / Dosen FH USK Pertanyakan Keberlanjutan Program Rekomendasi Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Indonesia

Dosen FH USK Pertanyakan Keberlanjutan Program Rekomendasi Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Indonesia

Senin, 17 Juli 2023 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Sammy



DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Saifuddin Bantasyam mempertanyakan kelanjutan dari Program Pelaksanaan Rekomendasi Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Indonesia yang dilaksanakan di kawasan Rumoh Geudong, Desa Bili, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie (27/7/2023) lalu.

Menurut Saifuddin, keberlanjutan program ini menyangkut dengan perencanaan keuangan dan eksekusinya di lapangan. Dia menyangsikan setelah terjadi pergantian presiden dan anggota DPR dalam Pemilu Serentak 2024 nanti, program ini masih akan tetap dilanjutkan oleh rezim selanjutnya.

"Yang saya khawatirkan tentang program Rumoh Geudong ini adalah keberlanjutkan program ini. Jadi sudah diluncurkan, ada janji yang sudah diucapkan. Keberlanjutkan program ini menyangkut dengan perencanaan keuangan dan eksekusinya nanti di lapangan," ujar Saifuddin Bantasyam dalam diskusi daring Jejak Luka di Rumoh Geudong via Zoom, Minggu (16/7/2023) malam.

Saifuddin menambahkan, mungkin ada sejumlah kasus dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diakui negara itu bisa diselesaikan melalui mekanisme Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

"Setidaknya kalau pendekatan KKR digunakan, maka akan mendekati sedikit konsep dari keadilan transisional. Di sana ada orang yang mengaku, lalu ada orang yang minta maaf, lalu kemudian negara membicarakan bagaimana keadilan itu dapat diberikan kepada para korban," kata Saifuddin Bantasyam.

Dengan begitu, kata Saifuddin ada unsur rekonsiliasi bila menggunakan pendekatan tersebut, walaupun aspek yudisialnya tidak terpenuhi dalam kasus tersebut. [sam]

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda