DPRA Desak Evaluasi Menyeluruh Penanganan Covid-19
Font: Ukuran: - +
Reporter : Indra Wijaya
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tingginya jumlah pasien positif Covid-19 di Aceh yang per 13 September kemarin angka positif corona di Aceh menyentuh angka 1739 positif dengan jumlah kematian 93 orang.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Dahlan Jamaluddin menyebutkan saat kondisi pandemi di Aceh dalam keadaan darurat.
Ia mengatakan menurut data dari Kemenkes, pada September 2020, kurva kasus positif korona di Aceh melonjak tajam dalam dua minggu terakhir.
"Data dari Kemenkes itu, jumlah penambahan kasus positif korona per harinya di Aceh mencapai 70,07 persen," kata Dahlan saat melakukan konferensi pers terkait evaluasi penangan Covid-19 di Ruang Serbagunan DPRA, Banda Aceh, Senin (14/9/2020).
Kondisi itu diperparah, kata Dahlan dengan pemerintah Aceh yang saat ini tidak memiliki Sense of Crisis dalam mengahadapi pandemi Covid-19.
"Kita tidak pernah tahu berapa orang yang sudah di test swab di Aceh. Baik itu di Laboratorium Unsyiah, Laboratorium Balitbangkes maupun Laboratorium Kementerian Kesehatan," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah Aceh saat hanya menyampaikan berapa jumlah kasus positif korona per harinya saja. Dan tidak pernah memberi tahu berapa positivty rate saat ini.
Positivity rate adalah persentase dari pasien yang memiliki hasil tes positif Covid-19. Cara menghitungnya dengan membagi jumlah total kasus positif dengan tes yang dilakukan.
"Angka sangat dibutuhkan untuk mengukur sejauh mana kondisi penyebaran Covid-19 di Aceh saat ini," ungkap Dahlan.
Untuk itu kata Dahlan, DPRA mendesak Pemerintah Aceh sudah saatnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penanganan Covid-19 di Aceh.
Pihaknya menyarankan agar Pemerintah Aceh agar mengaktifkan kembali Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 hingga ke kabupaten kota, kecamatan dan gampong.
"Gerakkan semua elemen terkecil masyarakat untuk mendeteksi penyebaran Covid-19. Gerakkan semua potensi yang ada dengan secara bersama-sama melakukan evaluasi dengan seluruh stakeholder yang ada. Libatkan kampus, polisi, TNI, ormas, para ahli, dan yang paling penting ulama dan tokoh masyarakat," tutur Dahlan. (IDW)