Beranda / Berita / Aceh / Dua Pria Terjerat Kasus Pelanggaran Syariah, Pakar Soroti Maraknya LGBT dan Dampaknya

Dua Pria Terjerat Kasus Pelanggaran Syariah, Pakar Soroti Maraknya LGBT dan Dampaknya

Jum`at, 31 Januari 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Dra. Nur Janah Yazid Al-Sharafi, MM, CHt, Psikolog Aceh sekaligus Direktur Psikodista Konsultan. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dua pria berinisial AI dan DA di Banda Aceh terjerat kasus pelanggaran syariah setelah kepergok berhubungan intim di sebuah kamar indekos. Peristiwa yang terjadi pada 7 November 2024 ini kini memasuki tahap persidangan di Mahkamah Syariah Banda Aceh.

Kasus ini kembali menyorot fenomena LGBT di Aceh, yang menurut sejumlah pakar, semakin marak dan menjadi perhatian serius. Psikolog Aceh sekaligus Direktur Psikodista Konsultan, Dra. Nur Janah Yazid Al-Sharafi, MM, CHt, menegaskan bahwa LGBT bukan sekadar penyimpangan individual, melainkan sudah berkembang menjadi komunitas, gaya hidup, bahkan ideologi. Ia menilai fenomena ini berbahaya bagi generasi muda dan masa depan bangsa.

Fenomena LGBT di Aceh juga dikaitkan dengan peningkatan kasus HIV/AIDS di provinsi tersebut. Pada 2023, Dinas Kesehatan (Dinkes) Aceh mencatat 123 kasus baru HIV dan 36 kasus AIDS dalam periode Januari hingga Juni. Kota Banda Aceh menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi, yakni 49 kasus.

Nur Janah menyoroti angka tersebut sebagai dampak dari pergaulan bebas dan lemahnya pengawasan terhadap perilaku menyimpang. 

“Generasi yang rapuh mustahil membawa bangsa ini menjadi tangguh,” ujarnya kepada Dialeksis.com saat dihubungi, Jumat (31/1/2025).

Selain risiko kesehatan, Nur Janah juga menyinggung adanya kasus predator seksual yang berasal dari kelompok LGBT. Ia mencontohkan kasus sodomi yang melibatkan anak-anak, termasuk di lingkungan pendidikan. 

“Ada paradoks di masyarakat kita. Di satu sisi, LGBT dianggap menyimpang, tetapi di sisi lain justru diberi ruang dalam berbagai kesempatan,” katanya.

Untuk menghadapi fenomena ini, ia mengusulkan strategi “Triple Sinergi” yang melibatkan ulama, umara (pemerintah), dan masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya gerakan nyata dari tingkat desa hingga level lebih tinggi guna mencegah penyebaran LGBT di masyarakat.

Menurut Nur Janah, faktor penyebab LGBT bisa berasal dari berbagai aspek, di antaranya faktor sosial, pergaulan, lingkungan, serta pola asuh dalam keluarga. Ia menegaskan bahwa penelitian terbaru telah membantah klaim bahwa homoseksualitas diwariskan secara genetik.

“Yang dominan justru faktor sosial dan lingkungan. Banyak kasus di mana seseorang awalnya heteroseksual tetapi karena pengalaman buruk, seperti pelecehan atau tekanan lingkungan, akhirnya berubah orientasi seksualnya,” jelasnya.

Meski demikian, ia menilai bahwa LGBT bukanlah kondisi permanen dan masih bisa disembuhkan. “Banyak yang berhasil keluar dari gaya hidup ini setelah mengalami kekecewaan dengan pasangan sesama jenis atau setelah mendalami agama secara lebih serius,” tambahnya.

Untuk itu, ia menekankan pentingnya penguatan keluarga, pengawasan sosial, serta penyediaan layanan konseling dan hotline pengaduan bagi mereka yang ingin keluar dari komunitas LGBT. [ar]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI