Dugaan Rugikan Negara Rp15,6 Miliar, KAD Aceh Minta Ketua KONI Aceh Mundur
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Ketua Komite Advokasi Daerah (KAD) Aceh, Muhammad Iqbal Piyeung. [Foto: Dokumen pribadi untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Komite Advokasi Daerah (KAD) Aceh, Muhammad Iqbal Piyeung, minta kepada Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Aceh, Kamaruddin Abu Bakar alias Abu Razak untuk mundur dari jabatan.
Hal ini merujuk temuan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) atas dana hibah KONI Aceh yang dinilai telah merugikan negara sebesar Rp15,6 miliar.
Dana Hibah senilai Rp15,6 miliar digunakan untuk membiayai kegiatan Pemusatan Pelatihan Daerah (Pelatda) dalam rangka persiapan PON XXI. Pertanggungjawaban dana hibah tersebut diragukan kebenarannya dengan nilai yang mencapai Rp11,2 miliar.
"Dengan hormat, kami meminta Ketua KONI Aceh untuk mundur dari jabatannya karena beliau tidak mampu dan tidak mempertanggungjawabkan temuan BPK. Ini adalah isu yang serius dan publik perlu tahu bahwa kita tidak main-main dalam menanganinya," kata Iqbal Piyeung kepada Dialeksis.com, Sabtu (22/6/2024).
Menurut Iqbal Piyeung, dugaan penyalahgunaan anggaran ini bisa membuat perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara bisa gagal.
"Dana yang terlibat bukanlah dana kecil, dan PON merupakan even nasional yang sangat penting. Jika seorang Ketua KONI tidak kredibel dan tidak bisa dipercaya, bagaimana masyarakat bisa berharap Aceh meraih juara di PON ke depan?," ujarnya.
Ia berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan untuk mengusut tuntas aliran dana hibah ini dibawa dan digunakan, serta siapa yang memanfaatkannya. Dalam hal ini, Dana ini harus dipertanggungjawabkan secara tuntas dan hasilnya disampaikan kepada publik.
"Apakah dana ini digunakan untuk kepentingan pribadi atau dunia usaha? Ini harus jelas dan transparan," ujarnya.
Ia juga meminta agar temuan ini dipublikasikan dan mendorong KPK untuk bertindak cepat dan tegas. Selain itu, Gubernur juga harus bertanggung jawab, karena BPK sudah meminta kepada Inspektorat untuk mengusut masalah ini.
"Kita tidak boleh bermain kucing-kucingan dengan uang negara dan tidak boleh menjadi perampok uang rakyat. KONI bukan milik pribadi atau kelompok tertentu, melainkan milik publik dan harus dikelola dengan transparan dan akuntabel," pungkasnya. [nh]