DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Bidang Penelitian dan Pengembangan Duta Damai Aceh, Firman Ilmi, mengimbau masyarakat Aceh untuk tetap waspada dan bijak dalam menggunakan media sosial di tengah maraknya konten menyesatkan yang berpotensi menodai nilai-nilai agama.
Seruan ini disampaikan menyusul viralnya akun TikTok @Tersadarkan5758 yang memposting video berisi penghinaan terhadap Islam dan Nabi Muhammad SAW, serta ajakan keluar dari agama Islam.
Kasus tersebut memicu gelombang kemarahan publik, terutama di Aceh daerah yang dikenal religius dan teguh memegang prinsip syariat Islam.
Banyak warganet mengecam keras unggahan tersebut dan menilai tindakan pemilik akun bukan sekadar pelanggaran moral, melainkan bentuk penodaan agama yang tidak bisa dibenarkan atas nama kebebasan berekspresi.
Firman menegaskan, tindakan menghina agama dan Rasulullah SAW sama sekali tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apa pun. Ia menilai, perilaku seperti itu berpotensi menimbulkan keresahan sosial yang serius, terutama di kalangan generasi muda yang aktif di dunia maya.
“Tindakan menghina Rasulullah SAW dan mengajak umat Islam untuk murtad bukanlah bentuk kebebasan berpendapat, tetapi pelanggaran moral dan spiritual yang berat. Jika dibiarkan, hal ini bisa menimbulkan keresahan sosial yang lebih luas. Karena itu, aparat harus bertindak tegas dengan menangkap pemilik akun tersebut,” tegas Firman kepada Dialeksis.com, Senin (13/10/2025).
Menurutnya, fenomena seperti ini mencerminkan krisis moral dan spiritual yang semakin nyata di era digital. Banyak pengguna media sosial tergoda oleh sensasi dan popularitas instan tanpa mempertimbangkan etika dan dampak dari konten yang mereka sebar.
“Menghormati agama adalah bagian dari ketakwaan, sementara merendahkannya adalah tanda rusaknya hati. Ini bukan lagi soal konten, tapi soal keimanan dan akhlak,” ujarnya.
Firman pun mengingatkan masyarakat Aceh, terutama kalangan muda, agar tidak mudah terpengaruh atau terprovokasi oleh konten menyesatkan yang merusak nilai moral dan bertentangan dengan ajaran Islam.
“Masyarakat Aceh harus cerdas dan berhati-hati. Jangan sampai terpengaruh dengan konten yang tidak bermoral, apalagi yang merusak nilai-nilai syariat Islam di Aceh. Media sosial seharusnya digunakan untuk menebar manfaat, bukan kebencian,” pesannya.
Ia juga mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak cepat dan tegas terhadap akun-akun yang menyebarkan kebencian terhadap Islam agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.
Menurutnya, kebebasan berekspresi di dunia maya tidak boleh dijadikan alasan untuk merusak kehormatan agama dan keharmonisan antarumat.
Lebih jauh, Firman mengajak lembaga pendidikan Islam, para ulama, dan dai untuk berperan aktif dalam memperkuat literasi digital Islami. Ia menilai penguatan literasi ini menjadi benteng penting dalam menghadapi derasnya arus informasi di era digital.
“Media sosial bukan ruang bebas nilai. Umat Islam harus mampu menghadirkan konten yang mencerminkan rahmatan lil-‘ālamīn, bukan sebaliknya. Karena itu, masyarakat Aceh saya imbau untuk tidak terpengaruh oleh ajakan-ajakan murtad yang disebarkan lewat media sosial,” ungkapnya.
Firman menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi peringatan serius bagi pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat untuk memperkuat sistem pengawasan terhadap konten digital yang berpotensi merusak akidah dan ketenteraman sosial.
“Kalau dibiarkan, ini bukan hanya melukai umat Islam, tapi juga bisa menimbulkan perpecahan di masyarakat. Aparat harus sigap, masyarakat harus cerdas,” pungkasnya. [nh]