Elite Aceh Mulai Diskusikan Penyusunan Draf Usulan Revisi UUPA
Font: Ukuran: - +
Reporter : Zakir
Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) menggelar acara ‘Duek Pakat’ dengan sejumlah tokoh Aceh dan pemangku kepentingan mendiskusikan draf revisi UUPA di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Kamis (24/2/2022).
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) menggelar acara ‘Duek Pakat’ dengan sejumlah tokoh Aceh dan pemangku kepentingan di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh, Kamis (24/2/2022).
Acara Duek Pakat tersebut dalam rangka mendiskusikan penyusunan draf usulan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Seperti diketahui, revisi UUPA kini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI, namun sejauh ini belum ada draf baku terkait revisi UUPA tersebut.
Hadir dalam acara tersebut antara lain Anggota Baleg DPR RI, TA Khalid, Gubernur Aceh periode 2012-2017, Zaini Abdullah (Abu Doto), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) 2011“2014, Anggota DPR RI, Nasir Djamil, Prof Yusni Sabi, Mukhlis Mukhtar, Anggota DPRA dan DPRK, Akademisi, Aktivis, dan lain sebagainya.
Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, selaku penggagas sekaligus moderator acara menyampaikan, kegiatan Duek Pakat dengan Tema: Urgensi Revisi UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, “Merawat Reintegrasi Aceh dalam bingkai NKRI” itu digelar sebagai pemantik bagi pemangku kepentingan di Aceh untuk sama-sama memulai menyusun draf revisi UUPA yang menguntungkan Aceh sesuai butir-butir MoU Helsinki.
“Acara Duek Pakat ini adalah pemantik awal kita bersama dengan para pemangku kepentingan di Aceh, dalam rangka menyusun suatu usulan dari hati dan pikiran guna mempersiapkan diri menjelang pembahasan revisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional di DPR RI,” ujar Safaruddin.
Menurut Safaruddin, banyak pasal-pasal dalam UUPA yang mesti dikupas kembali sesuai butir-butir MoU Helsinki. Dan hal ini harus ada kekompakan bersama semua pemangku kepentingan di Aceh sehingga draf UUPA satu pintu, dan tidak bias di kemudian hari. “Acara ini selanjutnya kita harapkan bisa digelar secara resmi oleh Pemerintah Aceh, DPRA, maupun di kampus-kampus,” harap Safaruddin.
TA Khalid, Anggota DPR RI yang juga anggota Banleg, dalam kesempatan tersebut menjelaskan, revisi UUPA diusulkan masuk dalam Prolegnas karena didasari beberapa alasan. Pertama ada pasal-pasal dalam UUPA yang tidak sesuai dengan MoU Helsinki, dan revisi UUPA adalah untuk mengakomodir semua butir-butir MoU Helsinki yang merupakan kesepakatan bersama antara RI dan GAM.
“Kedua, Otsus Aceh akan segera habis. Dan ada juga pasal-pasal di UUP yang sudah tereliminasi. Oleh karena itu, revisi UUPA menurut saya menjadi penting agar Otsus Aceh bisa diperpanjang dan pasal-pasal dalam UUPA nantinya bisa terakomodir semua butir-butir MoU Helsinki. Namun ini perlu kebersamaan dan kekompakan semua elite dan pemangku kepentingan di Aceh. Sehingga draf yang kita susun bisa sempurna untuk kepentingan Aceh kedepannya,” ujar TA Khalid.
Sementara salah satu pelaku utama perjanjian damai RI-GAM yang juga mantan Gubernur Aceh, Abu Doto, menekankan partisipasi dan kekompakan semua pemangku kepentingan di Aceh. Tak hanya Pemerintah Aceh dan DPRA, tapi semua stakeholder dari tokoh Aceh, akademisi hingga aktivis. Abu Doto memperingatkan agar revisi UUPA tidak menjadi blunder bagi Aceh kedepannya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Guru Besar UIN Ar-Raniry, Prof Yusni Sabi. Menurutnya, sebelum melangkah lebih jauh, baiknya semua pemangku kepentingan di Aceh menyamakan persepsi dulu, melihat substansi yang ada, dimana kelemahannya, dan apa yang harus direvisi. Karena menurutnya, saat ini Aceh sudah tercerai berai, tidak seperti dulu lagi.
“Pertama pelajari dulu substansi yang sudah ada, dimana kelemahannya yang perlu direvisi. Yang kedua apakah revisi itu akan lebih baik, yang ketiga bagaimana selanjutnya mencari sebab-sebab dari undang-undang ini tidak maksimal, apakah itu pada Eksekutif, pada Legislatif, ataukah pada masyarakat. Oleh karena itu, saat revisi tidak ada jaminan berhasil plus, apa sebabnya karena saat ini kita tampak sudah terpecah-pecah, tidak kompak lagi antara pemimpin Eksekutif dan Legislatif, Gubernur, Bupati dan sebagainya, tidak kompak lagi seperti dahulu kala,” ujar Prof Yusni Sabi. [Zakir]