Kamis, 29 Mei 2025
Beranda / Berita / Aceh / Empat Pulau Masih Dicaplok Sumut, Apa yang Harus Dilakukan?

Empat Pulau Masih Dicaplok Sumut, Apa yang Harus Dilakukan?

Selasa, 27 Mei 2025 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Empat pulau milik Aceh ternyata masih saja dimasukkan ke dalam wilayah Sumatera Utara. Empat pulau itu adalah Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang dan Pulau Lipan. [Foto: Google Maps]


DIALEKSIS.COM | Aceh - Empat pulau milik Aceh ternyata masih saja dimasukkan ke dalam wilayah Sumatera Utara. Empat pulau itu adalah Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang dan Pulau Lipan.

Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2 - 2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada tanggal 25 April 2025.

Kepmen ini, mengutip keterangan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal ZA kepada media (15/5/2025) untuk menggantikan regulasi sebelumnya, yaitu Kepmendagri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022. Sebelumnya juga ada Kepmendagri ke-1 Nomor : 050-145 tahun 2022.

Padahal, dengan segenap bukti yang sudah pernah disampaikan oleh Pemerintah Aceh, ditambah hasil survei langsung ke lokasi 4 pulau secara bersama pada awal Mei 2022, lebih dari cukup bagi Kemendagri untuk mengembalikan 4 pulau ke pihak Aceh.

Bukankah, Safrizal ZA sebagai penjaga “pintu gerbang” kode topomini dan batas daerah di Kemendagri pernah mengatakan kalau ada data terbaru atau dokumen menegaskan kuat kepemilikan Aceh dapat diajukan kembali ke kemendagri.

“Ketika saya masih Dirjen bisa diajukan dan diproses, saya bantu untuk Aceh karena saya orang Aceh, ada darah Aceh, dan juga tanggung jawab moral saya,” ujar Safrizal.

Safrizal juga pernah menegaskan, agar menghindari politicking apalagi sampai melakukan pembunuhan karakter. “Jika selalu ada politicking aceh tidak ada dapat selesaikan urusan kepulauan tersebut,” tegasnya dulu.

Sebagai kilas balik, dalam pertemuan usai melakukan survey langsung ke lokasi 4 pulau, Kemenko Polhukam menginisiasi pertemuan bersama pada 21 Juli 2022. Dalam pertemuan bersama itu mayoritas perserta lebih mendukung 4 pulau yang sudah lama di klaim milik Sumut dikembalikan menjadi milik Aceh. Hal itu karena seluruh bukti sangat kuat bahwa Aceh adalah pemilik 4 pulau yang terletak di Singkil Utara, Aceh.

Dari peserta yang hadir hanya wakil dari Kemenko Marves yang punya pandangan berbeda. Menurut mereka, kedekatan suatu pulau dengan wilayah daratan tidak dapat menjadi faktor penentu kepemilikan pulau tersebut.

Sementara wakil dari Kemenko Polhukam meminta Kemendagri agar menyelesaikan sengketa 4 pulau berdasarkan dokumen dan kondisi lapangan. Bahkan Direkur Topomini dan batas daerah Sugiarto menegaskan dengan terang bahwa memang ditemukan objek tugu, layanan publik dermaga, rumah singgah, mushalla yang dibangun Pemerintah Aceh dan Pemerintah Singkil.

Dengan begitu, jika banyak yang curiga dan menduga ada agenda apa dan siapa pihak yang bermain dengan pemutakhiran kode dan data wilayah administrasi pemerintahan dan pulau.

Akademisi USK, sekaligus peneliti dan pengamat keamanan dan pertamaian Aryos Nivada mengingatkan jangan sampai Kemendagri disetir karena ada intervensi politik kepentingan ekonomi dan personal seseorang.

“Jangan pernah mempermainkan, dan bermain-main dengan Aceh, apalagi jika permainan itu sampai memicu gejolak yang mengguncang perdamaian, jangan ya. Harus diselesaikan dengan akal sehat berdasarkan jejak sejarah, jejak pembangunan, dan bukti-bukti nyata di lapangan,” sebut Aryos, Selasa (27/5/2025).

Peringatan Aryos Nivada itu penting untuk diindahkan. Pasalnya, Pemerintah Aceh sudah berungkali mengungkap fakta yang tidak mampu dibantah baik oleh Sumut, termasuk juga oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Administrasi Kewilayahan( Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Sejak Pemerintah Aceh melayangkan complaint jauh sebelum terbit Kepmendagri ke-1 Nomor : 050-145 tahun 2022 baik pihak Sumut dan Kemendagri selalu kembali kepada hasil rapat bersama Sumut dan Aceh pada 2008 dan surat konfirmasi gubernur Aceh tahun 2009.

Padahal, Pemerintah Aceh sudah berungkali mematahkan argumen pertemuan rapat bersama 2008 dan juga sudah merevisi kekeliruan titik koordinat melalui surat gubernur tahun 2018. Sayangnya, seluruh ikhtiar Aceh itu sepertinya diabaikan begitu sampai di “tangan” orang dalam Kemendagri.

Dan, dengan diterbitkannya Kepmen baru di masa rentang 100 hari kerja Mualem - Dek Fadh selaku gubernur Aceh terciumlah aroma agenda politik pusat yang tak enak untuk dicium. Ada kesan seperti menyampaikan pesan bahwa pemimpin Aceh tak becus menjaga wilayahnya sendiri.

Jika kesan itu yang hendak disampaikan maka itu jelas sangat berbahaya secara politik. Rakyat Aceh yang sangat mahir dengan sejarahnya dan sangat lihai dalam membaca tanda-tanda politik malah akan semakin berdiri kokoh dibelakang pemimpinnya. Percayalah!

Dalam amatan dari Ratnalia Indriasari Direktur Eksekutif Jaringan Survei Inisiatif (JSI) apa yang terjadi hingga 4 pulau milik Aceh kembali dimasukkan ke wilayah Sumut juga sebagai bukti bahwa ada kelemahan dari pihak Aceh yang penting untuk disadari.

“Jelas ini ada indikasi tidak serius dan tidak ada penanganan berlapis dalam penyelesaian urusan klaim pulau Aceh. Juga menunjukkan kemampuan komunikasi dan lobi yang gagal. Jadi, silahkan bentuk tim advokasi yang diisi oleh sosok-sosok yang memiliki kapasitas,” usulnya.

Dengan begitu, kata Indri, bisa terkawalnya isu 4 pulau ini oleh media. Ke depan disarankan perlu keterlibatan media dalam menjalankan misi advokasi.

Aryos Nivada mengusulkan langkah kongkrit. Pemerintah Aceh harus lebih kuat menyiapkan bukti yang bisa divalidasi, buat tim task force atau satgas khusus untuk penanganan urusan pulau.

“Lakukan pendekatan maupun pertemuan khusus dengan Prabowo melalui Mualem, dan buatkan setting isu di media, dan desakan dari masyarakat sipil,” tutupnya, kongkrit. [red]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
hardiknas