Sabtu, 14 Juni 2025
Beranda / Berita / Aceh / Empat Pulau Satu Marwah, Abu Salam Sindir Manuver Bobby Nasution

Empat Pulau Satu Marwah, Abu Salam Sindir Manuver Bobby Nasution

Rabu, 11 Juni 2025 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Ketua KPA Luwa Nanggroe, T. Emi Syamsyumi atau yang lebih dikenal sebagai Abu Salam. Foto: dok pribadi 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Isu perebutan empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara kini menjelma menjadi krisis geopolitik regional yang tak bisa lagi dianggap remeh. 

Komite Peralihan Aceh (KPA) Luwa Nanggroe menyatakan sikap politiknya secara terang dan berani: keputusan Kementerian Dalam Negeri yang menetapkan Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek sebagai wilayah Sumut adalah bentuk pengingkaran terhadap sejarah, keadilan, dan kedaulatan lokal Aceh.

Ketua KPA Luwa Nanggroe, T. Emi Syamsyumi atau yang lebih dikenal sebagai Abu Salam, mengecam keras langkah itu sebagai tindakan administratif yang “terburu-buru, tanpa konsultasi substansial, dan cacat legitimasi historis”.

"Empat pulau itu bukan sekadar gugusan tanah tak bernama. Itu bagian dari sejarah, identitas, dan teritorial Aceh yang telah dicatat sejak era Hindia Belanda. Kami punya peta kolonial, arsip kesultanan, dan bukti pengelolaan administratif sejak lama. Jangan remehkan memori kolektif rakyat Aceh," ujar Abu Salam dalam pernyataannya kepada awak media, Selasa (10/06/2025).

Abu Salam tak hanya menyoroti keputusan pusat, ia juga mengkritik tajam manuver Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, yang tiba-tiba melakukan kunjungan ke Banda Aceh pada hari yang sama saat Gubernur Aceh, Muzakir Manaf alias Mualem, dijadwalkan ke Aceh Barat Daya.

"Kedatangan Gubernur Sumut secara mendadak, di hari di mana Gubernur Aceh sudah terjadwal secara resmi ke wilayah barat selatan, terasa seperti upaya mengambil momen simbolik. Padahal kita bukan sedang membangun panggung drama. Ini urusan konstitusional dan inter-etatik yang serius," tegas Abu Salam.

Mualem sendiri tetap menunjukkan sikap diplomatis. Ia menyambut Bobby secara resmi di Pendopo Gubernur, namun pertemuan kemudian dilanjutkan oleh jajarannya karena ia harus melanjutkan agenda kerja ke Aceh Barat Daya.

"Itu bentuk kehormatan yang sudah cukup. Tapi kalau tujuannya hanya membentuk persepsi di ruang publik bahwa Aceh setuju, itu keliru besar," tambah Abu Salam.

Abu Salam menilai kunjungan Bobby Nasution bukan solusi, melainkan justru menambah kekeruhan komunikasi antardaerah. 

Ia meminta seluruh pejabat publik, baik dari pusat maupun provinsi lain, untuk tidak “menari di atas ketidakjelasan batas wilayah yang menyakiti perasaan kolektif rakyat Aceh.”

"Ini bukan saatnya mencari sensasi. Empat pulau ini menyimpan luka panjang kolonialisme. Rakyat Aceh tidak akan diam ketika haknya dirampas secara halus oleh mekanisme negara. Kalau dialog tidak membuahkan keadilan, kami siap tempuh jalur hukum nasional bahkan internasional," tandasnya.

Peringatan Soal Empat Batalyon

Abu Salam juga menyentil isu yang mulai dilupakan publik: pembangunan empat batalyon militer baru di Aceh. 

Menurutnya, isu ini patut dicurigai sebagai bagian dari desain kebijakan pusat yang tidak berpihak kepada perdamaian Aceh.

"Rakyat Aceh tidak sedang dalam keadaan perang. Maka, untuk apa membangun empat batalyon baru? Jangan sampai ini menjadi upaya sistematis mengubah wajah Aceh dari provinsi damai menjadi provinsi dikontrol lewat militerisme," ujar Abu Salam, sembari menekankan pentingnya transparansi dan konsultasi publik dalam semua kebijakan berskala besar.

Jalan Panjang Menuju Keadilan Wilayah

KPA Luwa Nanggroe dalam waktu dekat akan:

• Mengajukan nota keberatan resmi kepada Presiden RI dan Kemendagri;

• Mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk menyatakan sikap kolektif sebagai institusi representatif rakyat;

• Menyiapkan langkah gugatan ke Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi;

Jika perlu, membawa isu ini ke Mahkamah Arbitrase Internasional (ICJ) dengan dukungan akademisi, LSM hukum, dan jaringan diplomasi sipil.

"Ini bukan tentang siapa kuat dan siapa lemah. Ini tentang siapa yang benar. Dan rakyat Aceh tidak akan tunduk atas ketidakadilan, betapapun rapi dikemasnya," tutup Abu Salam.

Kami akan terus memantau perkembangan dari polemik kewilayahan ini, termasuk tanggapan dari Kemendagri, Gubernur Sumut, serta pemerintah pusat. 

Ruang klarifikasi dan hak jawab terbuka bagi semua pihak yang disebut dalam laporan ini.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI