Erol: Tambang Tidak Mungkin Ditolak, Aceh Itu Istimewa Pemerintah Harus Buat Regulasi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Baga
Anggota DPRK Aceh Tengah Khairul Ahadian. [Foto: Istimewa]
DIALEKSIS.COM | Takengon - Anggota DPRK Aceh Tengah Khairul Ahadian menyebutkan penambangan emas di Linge Aceh Tengah, dan sejumlah daerah lainya di Aceh tidak mungkin untuk ditolak. Pemerintah sudah mengizinkanya.
Namun, Aceh memiliki keistimewaan di negeri ini dengan adanya UU nomor 11 tahun 2006. Pemerintah Aceh harus membuat qanun, regulasi dari operasional pertambangan demi kesejahtraan rakyat Aceh. Pergunakan undang-undang keistimewaan itu untuk rakyat, sebut Erol panggilan akrabnya.
Dalam keteranganya kepada Dialeksis.com, Rabu (12/1/2022) Erol menyebutkan, Pemerintah RI sudah mengizinkanya operasional tambang emas di Aceh. Sangat sulit untuk menolaknya, sudah pasti pemerintah akan mengamankan kebijakanya.
“Tidak mungkin kita menolak, melawan peraturan, izin yang sudah ditetapkan pemerintah. Kekuatan kita sejauh mana untuk menolaknya. Namun karena izinya sudah dikeluarkan, kini giliran Pemerintah Aceh, DPRA menyiapkan qanun, lahirnya regulasi agar pertambangan emas itu mampu mensejahtrakan rakyat,” sebut Erol.
Pemerintah Aceh, sebutnya, harus serius dan jeli melihat persoalan ini. Karena ini juga bagian peluang untuk membuat rakyat sejahtera bila pembagian hasil tambang yang dikeruk di bumi Aceh itu jelas.
“Jangan hanya mengharapkan CSR dari perusahaan dalam bentuk tanggungjawab mereka. Namun Aceh punya keistimewaan, Pemerintah Aceh harus melihat keisitimewaan itu sebagai peluang untuk mensejahtrakan rakyatnya,” jelas anggota DPRK dari Partai Berkarya ini.
Menurutnya, CSR (Corporate Sosial Responsibility) itu hanya bagian dari tanggung jawab pihak perusahaan untuk membantu masyarakat sekitar. Namun Aceh memiliki Undang-undang nomor 11 tahun 2006, dimana undang-undang ini dapat dipergunakan Pemerintah Aceh untuk mensejahtrakan rakyatnya.
“Kalau hanya pemerintah Aceh berharap pada CSR dari perusahaan, itu bukan Aceh namanya. Karena perusahaan itu punya kewajiban dalam CSR. Namun pemerintah Aceh punya kekuatan lebih dari situ, bagaimana pemerintah Aceh memanfaatkan pertambangan emas untuk kesejahtraan rakyatnya,” sebutnya.
Untuk itu Pemerintah Aceh, DPRA harus melahirkan qanun, harus ada regulasi tentang pertambangan di Aceh yang diperuntukan demi kesejahtraan rakyat. Pemerintah Aceh harus menggunakan keisitimewaan untuk rakyat. Untuk itu regulasi tentang pertambangan di Aceh harus ada undang-undangnya.
Pemerintah Aceh harus melahirkan regulasi bahwa pertambangan di Aceh itu juga menjadi bagian milik Aceh. Rakyat Aceh, pemerintah Aceh harus mendapatkan kompensasi yang jelas dari pertambangan ini. Jangan hanya berharap pada CSR.
Selain itu, tambah Erol, Pemerintah Aceh juga harus punya program menyekolahkan anak-anak Aceh, agar kelak mereka bisa mengurus tambangnya sendiri. Khusus untuk Linge yang akan beroperasi tambang emas, dia juga meminta agar diperhatikan pemeliharaan cagar budaya kerajaan Linge dan penyelamatan Danau Lut Tawar.
“Untuk itu DPRA, Pemerintah Aceh harus berbuat demi rakyat. Regulasi tentang pertambangan di Aceh harus ada. Jangan hanya rakyat Aceh menjadi penonton, namun rakyat harus mendapatkan kompensasi yang jelas dan tegas dari pertambangan di negerinya,” sebut Erol.
Kalau tanpa adanya regulasi tentang operasional pertambangan di Aceh, kalau hanya mengharapkan CSR dari pihak perusahaan, Aceh akan menjadi penonton. Tidak ada istimewanya Aceh yang sudah memiliki undang-undang dinobatkan sebagai negeri istimewa.
“Aceh itu harus memiliki regulasi yang jelas soal pertambangan yang beroperasi di Aceh, harus ada qanun yang mengaturnya, demi kesejahtraan rakyat. DPRA dan Pemerintah Aceh harus melahirkan peraturan itu demi kesejahtraan rakyat,” kata Erol. (Baga)