Fenomena Minta-minta Berkedok Syariah, Ikadi Aceh Harap Pemerintah Susun Qanun
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Provinsi Aceh, Dr Safrilsyah Syarif. [Foto: IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Fenomena minta-minta dengan modus operandi bawa proposal bodong/palsu untuk pembangunan pesantren masih banyak terjadi di Aceh.
Beberapa hari yang lalu, aparat Satpol PP pernah mencokoki pemuda yang minta-minta dengan membawa berkas seolah-olah sumbangan untuk pembangunan dayah atau pesantren. Padahal setelah ditelisik oleh aparat keamanan, ternyata berkas yang dibawa itu merupakan proposal pembangunan odong-odong/palsu.
Merespons fenomena tersebut, Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Provinsi Aceh, Dr Safrilsyah Syarif mengimbau agar warga Aceh tidak menyalur sumbangan pada orang yang minta-minta, melainkan jika ingin bersedekah maka salurkan melalui lembaga formal yang telah terverifikasi keabsahannya.
“Memang sudah ada modus seperti ini, hendaknya kita jangan menjadi orang yang mempopulerkan praktik tersebut. Artinya kita jangan jadi orang yang memberi kesempatan pada oknum-oknum itu untuk semakin bersemangat menjalankan aktivitas jahatnya ini,” kata Dr Syafrilsyah kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Kamis (14/10/2021).
Dr Safrilsyah berpesan agar oknum minta-minta dengan modus bawa proposal pembangunan palsu ini bisa diamankan dan diberi efek jera. Efek jera yang ia maksud ialah efek jera sebagaimana dalam ketentuan Islam, yaitu efek jera yang sifatnya edukatif.
“Efek jera itu jangan hanya dirasakan oleh si pelaku, tetapi menjadi pembelajaran juga bagi yang lain agar tidak ada yang mengikuti praktik jahat yang sama. Kemarin, aparat keamanan saya kira sudah bagus. Mengekspos pelaku, memfoto, dan memasukkannya ke dalam berita,” ujarnya.
Jika bisa, tambah dia, aparat keamanan harus melakukan penelusuran lebih mendalam atau membuat semacam Daftar Pencarian Orang (DPO) terhadap jaringan minta-minta berkedok syariah di Aceh.
Dr Syafrilsyah juga mengimbau agar aparat keamanan bisa bersinergi dengan Pemerintah Aceh untuk membuat semacam regulasi khusus atau Qanun untuk menetralisasi praktik minta-minta di Aceh.
Karena menurutnya, jika hanya sebatas himbauan saja agar tidak minta-minta lagi, maka efektivitas penetralannya terhadap aksi minta-minta ini tidak akan efektif apabila tidak ada dasar hukum yang jelas dan kongkret.
Dr Syafrilsyah juga menegaskan agar pihak pemerintah dan jajaran aparat keamanan bisa konsisten dalam upaya penertiban praktik minta-minta di Aceh.
Ketika ada laporan masuk dari warga, kata dia, baik pemerintah maupun aparat keamanan harus segara turun ke lapangan untuk menelusuri perkara tersebut.
Ia berharap agar pemerintah dan jajaran penegak hukum di Aceh untuk tidak menunda-nunda persoalan kasus laporan para warga terhadap praktik minta-minta bermodus proposal pembangunan palsu.
“Jangan sampai ketika sudah menjadi kasus yang menggelembung, baru turun ke lapangan. Artinya, program penertiban peminta-minta di Aceh ini harus terencana, terstruktur dan responsif,” pungkasnya.