DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Asisten III Sekretaris Daerah Aceh, Muhammad Diwarsyah, membuka Festival Literasi Aceh 2025 di Aula Pustaka Wilayah Aceh, Senin (1/9/2025). Ajang tahunan tersebut disebut penting untuk menumbuhkan semangat literasi dan kreativitas di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda Aceh.
Dalam sambutan tertulis Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf, yang dibacakan Diwarsyah, disebutkan jika festival literasi bukan sekadar perhelatan seremonial, melainkan ruang untuk merayakan gagasan, menumbuhkan minat baca, dan memperkuat budaya menulis serta berkarya.
“Literasi adalah fondasi peradaban. Dari literasi lahirlah pemikiran, inovasi, dan daya saing generasi kita. Aceh harus menjadikan literasi sebagai identitas dan gaya hidup masyarakatnya,” ujar Diwarsyah.
Festival Literasi Aceh 2025 menampilkan pameran karya literasi dari 23 kabupaten/kota, lomba puisi, mendongeng, membaca pantun, hingga peragaan busana adat. Diskusi publik, penampilan komunitas, dan pameran buku juga turut memperkaya rangkaian acara.
Menurut Diwarsyah, agenda itu menjadi sarana memperkuat rasa percaya diri, kecintaan pada budaya, sekaligus membuka ruang bagi generasi muda untuk mengekspresikan diri.
Pemerintah Aceh menyampaikan apresiasi kepada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, para pegiat literasi, akademisi, komunitas, serta Bunda Literasi Aceh dan kabupaten/kota yang aktif mendorong gerakan literasi.
“Sinergi semua pihak sangat dibutuhkan agar budaya membaca dan menulis semakin tumbuh di seluruh lapisan masyarakat,” kata Diwarsyah.
Diwarsyah juga menyinggung pentingnya literasi digital di era modern. “Literasi hari ini tidak hanya sebatas membaca dan menulis, tetapi juga literasi digital, literasi budaya, hingga literasi keuangan. Generasi muda Aceh harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman, tanpa meninggalkan akar budaya dan jati diri kita,” ujar dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, Dr. Edi Yandra, menekankan bahwa perpustakaan merupakan simbol peradaban sekaligus garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurutnya, perpustakaan tidak lagi sekadar tempat membaca, tetapi juga pusat kolaborasi, berbagi ide, dan mengembangkan kreativitas.
“Festival literasi ini adalah ajang promosi perpustakaan sekaligus ruang ekspresi masyarakat. Di tengah derasnya arus informasi, perpustakaan hadir sebagai penjaga nilai, pengetahuan, dan integritas moral. Literasi membantu masyarakat memilah informasi yang benar, berpikir logis, serta tidak mudah terprovokasi oleh hoaks atau ujaran kebencian,” kata Edi Yandra.
Ia menambahkan, melalui Festival Literasi diharapkan lahir generasi Aceh yang cerdas secara intelektual, bijak secara sosial, serta mampu membawa budaya literasi sebagai landasan pembangunan Aceh yang bermartabat dan gemilang. [*]