FGD MSM ke-3, Bahas Topik Krusial untuk Sukseskan Pemilu 2024 di Tengah Gempuran Penjabat
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Ilustrasi Pemilu 2024. [Dok. Net]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam rangka menyambut periodik pesta demokrasi Indonesia serta untuk menciptakan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang berintegritas, The Aceh Institute melaksanakan FGD yang diberi nama Multi Stakeholder Meeting (MSM) seri ke-3 yang membahas beberapa topik krusial bersama pemangku kepentingan terkait, baik dari unsur pemerintah maupun non pemerintah.
FGD MSM seri ke-3 ini dilaksanakan di Kyriad Hotel, Simpang Lima Banda Aceh dengan tema ‘Penunjukan Penjabat (Pj) Kepala Daerah dan Dukungan untuk Kesuksesan Penyelenggara Pemilu Damai di Aceh’, Kamis (8/9/2022).
Direktur Eksekutif, Muazzinah B Sc MPA menyatakan, Pemilu dan Pilkada yang akan dilaksanakan secara serentak di tahun 2024 akan memiliki tantangannya tersendiri bagi penyelenggara, peserta dan masyarakat secara umum.
hal ini, kata dia, adalah kali pertama bagi Indonesia untuk menyelenggarakan Pemilu dan Pilkada di tahun yang sama dimana terdapat tahapan-tahapan tumpang tindih, waktu untuk melakukan konsolidasi politik yang terbatas antara dua perhelatan besar, yang semuanya berpotensi merubah iklim politik.
Untuk konteks Aceh, lanjut dia, tantangan ini menjadi lebih kompleks dengan adanya pengaturan khusus seperti yang telah termaktub dalam MoU Helsinki 2005, UU 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, PP No. 20/2007 tentang Partai Lokal, dan Qanun No. 3/2008 tentang Partai Lokal.
Lebih lanjut, tantangan krusial lainnya adalah adanya pergantian anggota komisi-komisi penyelenggara Pemilu di Aceh. Untuk konteks Aceh, terdapat tiga lembaga yang akan terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada yakni, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh yang akan berfokus pada dua perhelatan yaitu Pemilu dan Pilkada, Badan Pengawasan Pemilihan (Bawaslu) yang akan berfokus pada Pemilu, Panitia Pengawasan Pemilihan (Panwaslih) seperti yang diatur dalam UUPA.
Tentangan selanjutnya, kata dia, adalah keputusan pemerintah untuk tidak memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang telah habis masa tugasnya dan menggantinya dengan menunjuk penjabat (Pj) kepala daerah hingga 2024 yang juga sedikit banyaknya menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat terkait isu integritas pemimpin daerah yang dikaitkan dengan persiapan pelaksanaan pemilu dan Pilkada 2024.
“Independensi, netralitas dan profesionalisme para Pj adalah kata kunci kesuksesan Pemilu dan Pilkada 2024. Hal ini menjadi tantangan karena seperti yang kita tahu bahwa penunjukan para Pj itu tidak bisa kita lepaskan dari aroma politisasi dan tarik ulur kepentingan para pihak, tidak hanya terhadap penunjukan itu sendiri tetapi juga terhadap netralitas keberadaan mereka di daerah yang mereka pimpin,” ujar Muazinah.
Dirinya mengatakan, satu sisi Pj dituntut untuk tampil profesional dan pada sisi yang lain Pj juga terjebak pada kepentingan politik yang melatarbelakangi penugasan mereka.
“Sementara seperti yang diamanatkan oleh pemerintah salah satu tugas utama para Penjabat itu adalah untuk menyukseskan agenda pemilu dan pilkada 2024. Definisi sukses ini menjadi menarik untuk kita dalami lebih jauh,” ungkapnya.
Tantangan dan Tawaran Solusi dari Pakar Politik
Diantara narasumber yang diundang oleh The Aceh Institute, Pakar Politik Jaringan Survei Inisiatif (JSI) Aryos Nivada ikut menghadiri nuansa kebersamaan berpikir kritis dalam FGD MSM seri ke-3 tersebut.
Menurut Aryos, tantangan Pj Gubernur Aceh dalam menghadapi Pemilu 2024 diapit oleh empat hal. Pertama, independensi, yakni bagawaimana mengawal sikap independen dalam menyukseskan Pilkada 2024, karena ruang kepentingan politik memiliki unsur yang sangat berpengaruh.
Kedua, stabilitas polkam, yakni bagaimana memastikan stabilitas dinamika politik dan keamanan stabil karena itu menjadi tugas pokok yang sangat krusial.
Ketiga, sinergisasi, yaitu bagaimana membangun dan memastikan sinergisasi serta keharmonisan stakeholder maupun pelaku demokrasi (parpol).
Keempat, peran dan porsi Pj Gubernur, yaitu bagaimana peran porsi Pj itu tanggungjawab memastikan suksesnya Pilkada di kabupaten/kota itu bukan dibebankan tanggungjawab Pj gubernur. Karena mindset tersebut masih melekat, harus diubah. Karena kabupaten/kota punya tanggung jawab yang sama untuk memastikan kesuksesan Pilkada.
Di kesempatan yang sama, Aryos Nivada yang juga seorang Dosen FISIP Universitas Syiah Kuala (USK) juga menawarkan solusi dari keempat permasalahan tadi. Diantaranya, Pj wajib memberikan pernyataan sikap kepada publik bahwa dirinya tidak berpihak kepada salah satu partai maupun kandidat.
Pj gubernur, kata dia, harus membuat forum atau gugus tugas yang menghadirkan para pihak terlibat menyukseskan jalannya Pemilu 2024.
Tambah dia lagi, Pj gubernur secara kontinyu dan simultan harus membangun komunikasi dengan aparat penegak hukum, TNI, maupun partai politik guna memastikan stabilitas polkam yang kondusif.
“Pj Gubernur Aceh harus memberikan ketegasan sekaligus membentuk mekanisme komunikasi di level seluruh daerah Aceh untuk bersama-sama menyukseskan jalannya Pemilu 2024,” pungkasnya.(Akh)