DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Umum Forum Komunikasi Generasi Muda Pidie (FOKUSGAMPI) Banda Aceh, M. Rafsanjani, menilai pemerintah pusat harus meninjau ulang pandangan terhadap Teungku Muhammad Daud Beureu’eh, ulama karismatik Aceh yang juga tokoh sentral perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia.
Menurut Rafsanjani, jika pemerintah sedang membuka wacana untuk mengangkat Soeharto sebagai Pahlawan Nasional, maka sudah sepatutnya Abu Daud Beureu’eh juga memperoleh penghargaan serupa atas jasa-jasanya terhadap bangsa.
“Kalau Soeharto yang punya banyak catatan pelanggaran HAM bisa diusulkan jadi pahlawan, maka Daud Beureu’eh yang berjuang mempertahankan kemerdekaan seharusnya jauh lebih layak,” tegas Rafsanjani kepada wartawan dialeksis.com, Banda Aceh, Senin (10/11/2025).
Rafsanjani mengingatkan, sejarah mencatat bahwa Abu Daud Beureu’eh bukan hanya seorang ulama besar, tetapi juga tokoh kunci dalam memperkuat fondasi Republik Indonesia di masa-masa awal kemerdekaan.
“Ketika Soekarno datang ke Aceh, justru Abu Daud Beureu’eh-lah yang menggerakkan rakyat Aceh untuk mengumpulkan dana dan membeli dua pesawat yang digunakan para tokoh bangsa dalam perjuangan proklamasi. Ini fakta sejarah yang tidak bisa dihapus,” ujarnya.
Ia menambahkan, tudingan bahwa Abu Daud Beureu’eh adalah pemberontak hanyalah akibat kesalahpahaman sejarah. “Beliau bukan ingin memecah belah bangsa, tapi menagih janji Soekarno yang dulu berjanji Aceh akan diberi hak menjalankan syariat Islam setelah perang usai. Janji itu yang tidak ditepati,” kata Rafsanjani.
Menurutnya, perlawanan Daud Beureu’eh bersama para tokoh Aceh lainnya merupakan bentuk koreksi terhadap kebijakan pusat, khususnya sistem Demokrasi Terpimpin yang membuka ruang bagi ideologi komunis untuk masuk ke pemerintahan.
“Kalau Daud Beureu’eh disebut pemberontak, maka Soeharto juga harusnya ditinjau dengan kacamata yang sama karena banyak kebijakannya justru melanggar konstitusi dan hak asasi manusia, terutama di Aceh,” tambahnya.
Pandangan Rafsanjani ini sejalan dengan pendapat Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra, yang dalam beberapa kesempatan juga mendukung agar Teungku Muhammad Daud Beureu’eh diangkat menjadi Pahlawan Nasional.
Menurut Yusril, perjuangan Abu Daud Beureu’eh justru menjadi fondasi kuat bagi keutuhan Republik Indonesia.
“Beliau berjuang habis-habisan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan RI, baik secara politik, militer, maupun diplomasi,” ujar Yusril yang dikutip media dialeksis.com dalam Antara.
Yusril menjelaskan, setelah Proklamasi 1945, Soekarno menyetujui Aceh menjadi provinsi dengan keistimewaannya, dan menunjuk Daud Beureu’eh sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo dengan pangkat Mayor Jenderal TNI Tituler.
Namun, keputusan itu kemudian dicabut oleh pemerintah pusat pada tahun 1950, dan Aceh diintegrasikan kembali ke dalam Provinsi Sumatera Utara.
“Pencabutan itu melukai hati rakyat Aceh dan membuat Daud Beureu’eh kehilangan kepercayaan pada pusat,” kata Yusril.
Kekecewaan itu akhirnya mendorong Daud Beureu’eh mengumumkan perlawanan terhadap Jakarta pada awal 1950-an bukan untuk memisahkan diri, melainkan menuntut keadilan dan janji yang dilanggar.
Yusril menilai, saatnya negara menulis ulang sejarah Daud Beureu’eh secara objektif. “Beliau bukan pemberontak, tapi seorang republikan sejati yang kecewa terhadap janji-janji yang tak pernah diwujudkan. Jasa beliau bagi republik ini tak ternilai,” ungkapnya.
Ia mencontohkan, tokoh-tokoh seperti Mohammad Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara juga sempat dianggap pemberontak karena keterlibatan dalam PRRI. Namun setelah dikaji ulang, keduanya diakui sebagai pahlawan nasional oleh Presiden SBY.
“Kalau Natsir dan Sjafruddin akhirnya diberi gelar pahlawan, maka hal yang sama seharusnya berlaku untuk Daud Beureu’eh,” kata Yusri[. [nh]