Gagasan Nasir Djamil tentang Reformulasi Hukum
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Aceh - Tumpang tindihnya regulasi merupakan salah satu penyebab ketidakpastian hukum di negeri ini. Acapkali ditemui regulasi di tingkat nasional kerap berbenturan dengan regulasi di tingkat lokal.
Tak pelak kondisi demikian kemudian melahirkan situasi hukum yang serba multitafsir, konfliktual, dan tidak taat asas. Hal ini juga mengakibatkan lemahnya efektivitas implementasi regulasi yang pada ujungnya menciptakan tidak harmonisnya antara satu peraturan dan peraturan yang lain.
Parahnya, problem ini seolah tidak terselesaikan dari tahun ke tahun sehingga regulasi kian menumpuk dan tak terkendali.
Sebagai komponen utama di dalam kegiatan penyelenggaraan negara, kualitas dan kuantitas regulasi harus dikelola dengan baik supaya mampu menghasilkan regulasi yang sederhana dan tertib. Reformasi regulasi dimaksudkan untuk mewujudkan sistem regulasi nasional yang berkualitas, sederhana, dan tertib. Dengan begitu, regulasi akan dapat lebih mampu untuk bekerja secara efektif dan efisien dalam mendukung upaya mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana yang ditetapkan di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
(Baca juga: Jokowi Cabut Remisi, Nasir Djamil Keputusan yang Tepat)
Sebagai tolok ukur menilai kualitas regulasi, dapat dilihat dari jumlah pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Tren pengajuan uji materi ini menunjukkan ada peningkatan dari tahun ke tahun.
Nasir Djamil dalam gagasannya tentang reformulasi hukum yang dimuat di koran sindo (12 November 2015), menyadari selama ini kekosongan solusi dalam penyelesaian silang sengkarut regulasi telah melahirkan ketidakpastian penegakan hukum.
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pembentukan perundang-undangan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), seolah tak mampu membendung besarnya keinginan pembentukan perundang-undangan yang diajukan oleh pemerintah maupun yang merupakan inisiatif DPR.
(Baca juga: Saat Nasir Djamil Desak Pusat Tuntaskan Kasus HAM Aceh)
Alhasil, fungsi sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan pun tak berjalan optimal. Masing-masing pihak memiliki argumen yang kuat dalam mempertahankan suatu peraturan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Nasir Djamil menawarkan Konsep Reformasi Regulasi sendiri menawarkan beberapa metode.
Pertama, simplifikasi regulasi yakni dengan cara menginventarisasi regulasi yang ada, mengidentifikasi masalah dan pemangku kepentingannya, melakukan evaluasi regulasi yang bermasalah, dan mencabut yang tidak perlu.
Kedua, rekonseptualisasi tata cara pembentukan regulasi yakni dilakukan dengan cara melihat kembali (review) dan menata kembali tata cara pembentukan regulasi agar proses pembentukan regulasi menjadi lebih komprehensif dan lebih mampu menghasilkan regulasi yang berkualitas.
Ketiga, sinergi pengelolaan kebijakan dan regulasi yakni dengan cara mengintegrasikan kelembagaan pembentuk regulasi yang ada selama ini. Keempat, penguatan kapasitas perumus kebijakan dan perancang regulasi adalah upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia pembentuk regulasi (perumus kebijakan dan perancang regulasi) agar menghasilkan regulasi yang mampu melihat dimensi kenegaraan secara lebih luas (bentuk negara kesatuan, keberagaman/ pluralisme, dan sebagainya) dalam perumusan kebijakan dan pembentukan regulasi.
Akhirnya, upaya pembenahan sistem regulasi nasional menuju perubahan regulasi yang sederhana dan tertib diharapkan dapat menjaga dinamika sosial, politik, dan ekonomi secara tertib, serta meningkatkan efektivitas regulasi sebagai instrumen penyelenggaraan negara dan instrumen ketertiban sosial yang berkeadilan. (PD)